kriteria, akan menimbulkan berbagai masalah. Pengadaan bibit tanpa dilakukan pemilihan ataupun seleksi bibit terlebih dahulu, akan menimbulkan berbagai masalah/ persoalan yang akan mempengaruhi hasil produksi akhir.
Untuk dapat memilih bibit yang baik sangat diperlukan berbagai
macam pengetahuan terutama tentang
jenis-jenis dan tipe ternak, perilaku ternak, penentuan umur ternak, reproduksi
fisiologi dan perkawinan ternak, performansi
masing-masing ternak serta cara memilih dan menseleksi ternak. Masing-masing
dijelaskan sebagai berikut:
1. Anatomi
dan Fisiologi Reproduksi
Anatomi reproduksi yang dimaksud dalam tulisan ini adalah
mempelajari bentuk dan struktur bagian-bagian dari alat kelamin ternak jantan
dan betina. Sedangkan fisiologi reproduksi adalah mempelajari fungsi dan
proses-proses baik biofisika maupun biokimia yang terjadi dalam organ-organ
alat reproduksi tersebut. Sedangkan
reproduksi pada suatu ternak merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan
seluruh tubuh ternak.
1.1. Anatomi Dan Fisiologi Re Produksi Ternak Jantan
Tugas utama bagi pejantan adalah mampu memproduksi
calon–calon individu baru yang normal dan sehat. Calon-calon individu baru ini
disebut spermatozoa. Untuk mendapatkan keturunan yang baik maka sebagai
pejantan harus mampu menghasilkan spermatozoa yang baik dan sempurna. Dari
spermatozoa yang baik diharapkan akan menghasilkan individu-individu yang baik
pula.
Sistim reproduksi ternak jantan terdiri atas :
sepasang testis atau disebut gonad, buah zakar atau kelenjar kelamin utama.
saluran reproduksi yang terdiri atas epididymis,
vas deferens, ampula dan urethra
Saluran ini dilengkapi dengan kelenjar accesories atau kelenjar tambahan dimana
kelenjar ini fungsinya untuk mengencerkan sperma.
alat kelamin bagian luar, yang terdiri atas penis, yang dibungkus oleh preputium dan Scrotum
1.1.1. Gonad (Testis)
Testis merupakan bagian alat kelamin yang utama. Pada
hewan mamalia terdiri dari dua testis yang terbungkus didalam skrotum. Skrotum
ini akan memberikan lingkungan yang lebih cocok dimana dalam skrotum dilengkapi
dengan suatu termoregulator yang dapat mengatur suhu skrotum tetap konstan
yaitu selalu dalam kondisi lebih rendah daripada suhu tubuh, karena untuk
pembentukan sperma dibutuhkan suhu yang rendah.
Bentuk, ukuran atau berat serta letak testis tiap species
hewan cukup bervariasi. Namun pada umumnya bentuk testis adalah bulat panjang
kearah vertikal, dengan struktur dasar testis terdiri atas beribu-ribu tubuli
seminiferosa yang dikelilingi oleh kapsul berserabut atau trobekula.
Lapisan-lapisan tenunan pembungkus testis apabila disayat
secara melintang, maka akan terlihat mulai dari luar kedalam adalah:
epidermis yaitu bagian kulit terluar
korium yaitu berupa jaringan bagian kulit
yang mengandung banyak urat darah dan syaraf.
tunika dartos yaitu suatu fascia pelindung yang juga mengandung unsur serabut urat
daging, jadi dapat berkontarksi.
tenunan pengikat yang longgar
tunika vaginalis komunis (bagian
dari peritoneum)
rongga sempit yang merupakan bagian dari rongga perut yang menjulur ke
daerah inguinal yang merupakan suatu kantong dimana selanjutnya ditempati oleh
testis yang turun dari rongga perut sewaktu masih dalam perkembangan embrio.
tunika albugenia merupakan bagian dfari pembungkus langsung pada parenchyma testis. Tunika
albugenia ini banyak mengandung serabut-serabut fascia yang licin dan
mengkilat dan berwarna putih yang banyak mengandung buluh syaraf.
parenchyma testis, merupakan bagian yang paling utama atau inti, karena bagian ini tempat
pembuatan spermatozoa, tepatnya di tubuli
seminiferi. Dibagian parenchyma
ini terdiri atas tubuliseminiferi,
sel-sel interstitial, saluran-saluran cairan testis dan spermatozoa.
mediastenum testis, merupakan bagian tengah dari testis dan merupakan perluasan dari testis.
pembentukan Spermatozoa diproduksi dalam suatu saluran yang sangat kecil
dan berkelok-kelok yang disebut tubulus
spermaticus. Tubuli ini merupakan suatu tubulus atau saluran
yang kecil, panjang dan berkelok-kelok dan memenuhi seluruh pembungkusnya yaitu
lobulus. Lobulus berupa kantong kecil yang pada umumnya berbentuk kerucut
atau lancip, dimana pada ujung medialnya berbentuk lancip dan ujung lateralnya
lebar dan merupakan dasar dari kerucut tersebut.
Dinding tubuli
seminiferi terdiri atas sel-sel membran basal, epithel benih, sel-sel
penunjang dan sel penghasil cairan testis. Tubuliseminiferi akan bermuara pada
ujung medialnya yang berbentuk kerucut dan langsung berhubungan dengan rete
testis.
Epitel benih terdiri atas :
sel benih atau sperma togonium.
Spermatogonium akan mengalami proses pembelahan secara reduksi dan
mengalami perubahan bentuk yaitu dari bentuk poligonal menjadi sel yang
berekor.
sel sertoli. Sel ini melekat pada
membran basal, berbentuk panjang dan mempunyai peranan dalam merawat
spermatozoa yang masih muda. Disamping itu sel sertoli menghasilkan hormon dan
cairan testis.
Spermatogonium terletak diatas membran basal dari tubuli seminiferi. Spermatogonium tersebut akan berkembang melalui
pembelahan sel. Spermatogonium akan
membelah menjadi dua yaitu yang satu tetap berada dalam membran basal sedangkan
yang kedua berubah menjadi spermatosit I
(satu). Kemudian akan membelah lagi menjadi spermatosit II dan berubah lagi menjadi spermatid.
Spermatid akan mengalami perubahan bentuk menjadi spermatozoa
muda, yang kemudian akan dirawat oleh sel-sel sertoli sampai protein goblet
yang masih berada dalam pangkal ekor menjadi kecil. Setelah itu spermatozoa
akan terlepas dari sel sertoli dan
terbawa oleh cairan testis dan segera masuk kedalam lumen tubuli seminiferi yaitu masuk kedalam retetestis dan diteruskan kebagian mediastinum yang akhirnya
spermatozoa yang belum dapat bergerak tersebut akan berdesak-desakan untuk
memasuki epididymus.
Rete testis terletak diantara tubulus
seminiferosa dan duktuli efferens yang
berhubungan dengan ductus epididymus
pada bagian kepala atau caput. Rete
testis ini terdiri dari saluran-saluran yang beranastomose dalam medias
tinum testis.
Diantara lobuli terdapat
sel-sel interstitial atau disebut
juga sel Leydig. Sel ini merupakan
penghasil hormon androgen atau testosteron.
Testosteron adalah hormon yang berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan
sexual dari pejantan. Apabila sel leydig terganggu maka produksi testosteron
akan terganggu pula.
Berbeda dengan hewan betina yang mengenal siklus berahi dimana pada periode
tertentu saja hanya ada satu sel ovum yang masak atau diproduksi dan siap untuk
diovulasikan atau dikeluarkan untuk melakukan fertilisasi atau peleburan antara
sel kelamin jantan (spermatozoa) dengan sel telur (ovum).
Hal ini tidak terjadi pada hewan jantan. Hewan jantan akan memproduksi sel
spermatozoa secara terus menerus tanpa ada hentinya. Kecepatan produksi sperma
akan tergantung dari kondisi makanan yang dikonsumsi dan tingkat protein yang
terkandung dalam makanan tersebut.
Selain fungsi utamanya
sebagai penghasil sel benih jantan atau spermatozoa, fungsi testis lain yang
tidak kalah pentinganya yaitu memproduksi hormon androgen
1.1.2. Epididymis
Epididymus merupakan suatu
saluran yang bentuknya bulat dan panjang
serta berkelok-kelok yang menghubung kan vasa efferensia pada testis dengan
ductus deferens. Epididymus terletak diatas testis dan melekat pada tunika
albugenis. Secara garis besarnya, saluran epididymus dapat dibedakan menjadi :
kepala epididymus (caput epididymus),
bagian dari epididymus yang melekat pada bagian ujung dari testis dimana
pembuluh-pembuluh darah dan syaraf masuk. Bagian ini lebih besar daripada
bagian yang lain
bagian badan atau leher (Corpus
epididymus) adalah bagian yang sejajar dengan aksis longitudinal dari
testis. Ukurannya jauh lebih kecil dibanding kan pada bagian kepala. Bagian ini
menjulur terus ke bawah sampai hampir melewati testis.
bagian ekor (Cauda epi didymus)yaitu
berupa jendolan di ujung bawah dari testis. Bagian ekor ini terletak langsung dibawah corpus, yang mulai berbelok
keatas.
Saluran epididymus
di bagian kepala terdapat duktuli
eferentis yang jumlahnya 12 sampai 15
buah, yang menampung spermatozoa dari rete testis. Jadi setelah spermatozoa muda terlepas dari sel sertoli, kemudian masuk dalam lumen
tubuli seminifera dan bergerak menuju ke epididymus setelah melewati duktuli
eferentis. Ductuli eferentis dindingnya bercilia dan mempunyai sel-sel epitel
yang menghasilkan cairan. Dengan adanya cairan dan cilia tersebut maka
spermatozoa dapat terdorong dan bergerak mengarah ke badan epididymus.
Epididymus mempunyai fungsi beberapa macam, di antaranya
:
epididymus merupakan tempat transportasi, di mana masa spermatozoa yang dialirkan
dari rete testis ke dalam ductuli efferentis dan akhirnya akan
diangkut ke dalam duktus defferens.
Transportasi ini dapat dilakukan karena adanya gerakan silia dan gerakan
peristaltik dari musculature pada dinding epididymus
pada saat pra ejakulasi.
epididymus merupakan tempat untuk membuat konsentrasi sperma menjadi sangat tinggi.
Hal ini disebabkan karena cairan testis yang menjadi medium dari masa
spermatozoa, airnya diserap oleh epitel dinding epididymus sehingga sampai di ekor epididymus, konsentrasi semen
sangat tinggi.
epididymus juga merupakan tempat untuk pemasakan atau pendewasaan bagi spermatozoa.
Pemasakan ini disebab kan karena adanya sekresi dari sel-sel epitel di ductus epididymus. Dimana tadinya sperma
dengan butiran sitoplasma kemudian akan butiran tersebut akan menggeser
dibagian paling bawah ekor dan akhirnya terlepas.
Epididymus merupakan tempat untuk menimbun spermatozoa. Pada epididymus bagian ekor, keadaannya sangat cocok untuk tempat
penimbunan bagi spermatozoa yang belum dapat bergerak ini, sehingga hampir 50
persen jumlah spermatozoa terdapat di daerah tersebut.
1.1.3. Duktus Deferens
Duktus deferens atau vas deferens
merupakan pipa yang berotot, terentang mulai dari ekor epididymus sampai ke uretra.
Dindingnya tebal, mengandung serabut urat-urat daging yang licin, sehingga pada
saat ejakulasi maka dapat mendorong spermatozoa dari epididymus keduktus ejakulatoris yang terdapat dalam ampula.
Vas deferens akan memasuki ruang abdomen
bersama-sama dengan pembuluh-pembuluh darah dan syaraf yang ke testis dan bersatu menjadi satu kesatuan
yang disebut funiculus spermaticus. Vas deferens dari kedua testis ini
setelah meninggalkan ekor epididimus akan bergerak melalui kanal inguinalis terus keatas dan sesampainya diatas fesica
urinaria, akan terletak berjajar dan secara lambat laun menjadi besar karena
adanya kelenjar-kelenjar yang ada di dinding duktus deferens, dan bagian ini
disebut ampula. Panjang ampula tidak panjang (pada sapi sekitar 4 cm) dan setelah
meninggalkan prostata maka keduanya akan mengecil lagi.
1.1.4. Skrotum
Kantong testis disebut skrotum. Skrotum
merupakan suatu kulit yang bentuknya seperti kantong yang ukuran, bentuk dan
lokasinya menyesuaikan dengan testis
yang dikandungnya. Kulit skrotum
tipis dan sedikit atau tidak berambut. Susunan lapisan skroum dari paling luar
adalah :
epidermis: tidak memliki rambut atau sedikit rambut
tunika dartos. Merupakan selapis jaringan fibroelastik yang bercampur dengan serabut
otot polos. Serabut-serabut otot polos ini pada saat cuaca dingin akan
berkontraksi dan membantu mempertahankan posisi terhadap dinding abdominal dan
pada saat panas akan merelaks dan menyebabkan testis turun menjauhi ruang
perut. Dengan demikian maka skrotum
dapat mengatur temperatur testis agar temperaturnya tetap dipertahankan 40C sampaii 70C lebih rendah dari pada temperatur
tubuh. Mekanisme dari sistim thermoregulator ini karena adanya kerja dari dua
muskulus yaitu muskulus kremaster
externa, muskulus kremaster interna dan tunika
dartos.
Fasia superfisial merupakan lapisan tipis jaringan ikat
Fasia bagian dalam yang terdiri atas
tiga lapis yang sulit dipisahkan apabila dilakukan pembedahan.
Tunika vaginalis komunis, yang merupakan lapisan luar penutup testis.
1.1.5. Kelenjar
Pelengkap
Kelenjar pelengkap disebut juga kelenjar kelamin
aksesoris. Kelenjar-kelenjar ini akan menghasilkan sebagian besar dari bahan
ejakulasi semen yang berperan dalam transportasi semen, sebagai media yang
cocok untuk makanan dan sebagai buffer terhadap sifat keasaman yang berlebih
pada saluran genital betina.
Kelenjar-kelenjar accesoris ini adalah :
Kelenjar vasikuler atau vesicula seminalis, pada
umumnya jumlahnya sepasang dan terletak sebidang dengan ampula vas defferens. Kedua kelenjar tersebut mengapit ampula. Sekresi dari kelenjar vesikuler
akan bermuara dengan duktus deferens.
Kelenjar vesikuler pada sapi berbentuk lobus-lobus dengan ukuran yang cukup
besar, Sekresi kelenjar vesikuler merupakan 50 persen dari volume total dari
satu ejakulasi yang normal.
Kelenjar prostat adalah kelenjar yang
letaknya berada dibawah kelenjar vesikuler, tepatnya mengelilingi pelvis urethra. Kelenjar ini bentuknya
berbeda-beda. Pada sapi ber bentuk bulat dan lebih kecil dari kelenjar
vesikuler dan pada anjing dan kuda berbentuk seperti buah kenari (walnut).
Kelenjar prostat menghasilkan sekret yang bersifat alkalin yang
memberikan bau yang kharakteristik pada cairan semen.
Kelenjar Bulbouretral (Cowper’s).
Kelenjar cowpers merupakan sepasang dan letaknya lebih kebelakan (caudal)
dari kedua kelenjar tersebut, yaitu di tempat tikungan dimana urethra mem belok
kebawah sewaktu urethra mau keluar dari ruang pelvis. Sekret dari kelenjar ini
sangat berguna pada saat sebelum kopulasi dimana sekresinya bersifat apokrine
yang fungsinya untuk membersihkan saluran urethra dari sisa-sisa urine dan kotoran.
1.1.6. Urethra
Urethra merupakan bagian saluran yang tergantung dari tempat
bermuaranya ampula sampai ke ujung spenis. Urethra
merupakan saluran untuk urine dan untuk semen sehingga disebut saluran urogenitalis.
Urethra terbagi atas tiga bagian yaitu :
Bagian pelvis
Bagian yang membengkok
Bagian penis
1.1.7. Penis dan Praeputium
Penis merupakan organ kopulasi pada hewan jantan, yang
akan menyemprotkan semen kedalam alat reproduksi betina dan untuk lewatnya
urine. Penis dapat dibedakan menjadi 3 bagian yaitu :
Gland penis yang dapat bergerak bebas
Badan
Bagian pangkal atau akar yang
melekat pada ischial arch pada pelvis yang tertutup oleh otot ischiocavernosus.
Penis dilengkapi dengan dua macam perlengkapan yaitu
musculus retraktor penis yang dapat
merelax dan mengkerut dan corpus
covernosum penis yang berfungsi untuk menegang kan penis. Dalam keadaan non
aktif. Musculus retractor penis akan
mengkerut, kemudian penis akan membentuk huruf S sehingga penis dapat tersimpan
dalam preputium.
Penis terbungkus oleh tunica
albugenia yang ber warna putih. Bentuk penis ternak pada umumnya sama yaitu
bulat panjang. Pada sapi penis ini bertipe fibroelastis artinya selalu dalam keadaan agak kaku dan kenyal meskipun
dalam keadaan non aktif atau tidak ereksi.
Sedangkan praeputium merupakan lipatan kulit yang ada di
sekitar ujung penis. Pada ternak-ternak tertentu, praeputium mempunyai bentuk yang agak khas, sebagai
contoh preputium pada kuda mempunyai lipatan yang rangkap, praeputium pada babi
mempunyai divertikulum atau kantong
disebelah dorsal dari orificium preputial, yang mempunyai fungsi untuk
mengakumulasi urine, sekret dan sel-sel mati.
Eraksi dan
ejalukasi.
Ereksi merupakan
peningkatan turgiditas (pembesaran) organ yang disebabkan oleh pemasukan darah
lebih besar daripada pengeluaran yang menghasilkan penambahan tekanan dalam
penis. Ereksi pada ternak ruminansia, saat ereksi baik panjang maupun besarnya
tetap hampir sama dan terjadi karena fleksura sigmoid menjadi lurus..
Ejakulasi merupakan suatu gerak refleks yang mengosongkan
epididymus, urethra dan kelenjar-kelenjar accesoris, dimana ejakulasi ini
disebabkan karena adanya rangsangan pada gland penis atau dapat juga ditimbulkan
dengan adanya massase dari kelenjar-kelenjar aksesori melalui rektum atau
dengan elektro ejakulator.
1.2. Anatomi dan Fisiologi Re Produksi
Ternak Betina
Sistim reproduksi ternak betina terdiri atas :
Sepasang ovarium atau penghasil telur.
Saluran reproduksi yang terdiri atas tuba
fallopii atau oviduct, uterus
atau rahim, cerviks atau leher rahim dan vagina
Alat kelamin bagian luar yang terdiri atas vulva dan klitoris.
1.2.1. Ovarium
Ovarium merupakan bagian alat kelamin yang utama, karena
fungsinya untuk menghasilkan sel gonad (ovum). Seperti juga halnya dengan
testis pada ternak jantan, ovarium bersifat endokrin dan bersifat sitogenik.
Bersifat endokrin karena ovarium mampu menghasilkan hormon yang akan diserap
secara langsung kedalam peredaran darah. Ovarium juga bersifat sitigenik
artinya bahwa ovarium juga mampu menghasilkan sel yaitu ovum atau sel telur.
Oleh karena itu ovarium sering juga disebut induk telur, indung telur atau
pengarang telur. Berbeda dengan ternak-ternak lainnya, pada jenis unggas,
ovarium tidak sepasang tetapi hanya satu yaitu dibagian kiri sedangkan sebelah
kanan mengalami rudimenter. Pada ternak atau hewan menyusui maka jumlahnya
adalah sepasang, yang letaknya dekat ginjal, tepatnya dibelakang ginjal kanan
dan kiri. Besarnya ovarium bervariasi antar jenis ternak, hal ini tergantung
dari jenis ternak, umur dan masa reproduksi ternak.
Bentuk ovarium pada kebanyakan species hewan adalah
hampir sama yaitu seperti biji almond, tetapi ada beberapa ternak yang
mempunyai bentuk ovarium yang berbeda seperti pada ternak babi bentuk
ovariumnya tampak dengan lobul-lobul karena banyaknya folikel dan corpus lutea.
Sedangkan pada kuda bentuknya mirip seperti kacang karena adanya fosa ovarii.
Perbedaan bentuk ovarium tersebut karena pada dasarnya
pada hewan dapat dibedakan dua sifat dalam melahirkan anak yaitu hewan yang
bersifat polytocus yaitu melahirkan anak dalam jumlah banyak dalam satu kali
kelahiran seperti babi, kucing dan tikus sehingga bentuknya seperti
buah murbei. Sedangkan sifat yang kedua adalah termasuk
dalam golongan hewan monotokes maka bentuk ovariumnya bulat panjang atau
bundar. Bentuk dan Berat Ovarium dijelaskan pada Tabel
10
Tabel 10. Bentuk dan Berat Ovarium pada
Berbagai Ternak
No
|
Jenis ternak
|
Berat ovarium
|
Bentuk ovarium
|
1
|
kuda
|
70-90 gram
|
Seperti kacang tanah
|
2
|
sapi
|
11-18 gram
|
Oval
|
3
|
Domba
|
2-3 gram
|
Seperti buah almond
|
4
|
Babi
|
8-16 gram
|
Seperti buah murbei
|
5
|
Anjing
|
3 – 12 gram
|
Memanjang, menipis, oval
|
6
|
Kucing
|
3-12 gram
|
Memanjang, menipis, oval
|
Sumber
: Fransond, 1992
Bagian ovarium terdiri atas bagian medula atau bagian
sentral dan merupakan bagian yang berongga (vaskular). Sedangkan bagian luar
atau korteks terdiri atas jaringan ikat iregular yang padat. Lapisan luar dari
korteks adalah kapsul jaringan ikat yang padat yaitu tunika albugenia. Sedangkan lapisan yang paling luar merupakan
suatu lapis tunggal dari epitel germinal atau disebut sel kelamin primer.
Ada dua komponen yang amat penting yang terdapat dalam
ovarium. Komponen tersebut adalah follikel dan korpus luteum. Kedua komponen
ini memegang peranan penting dalam proses reproduksi.
1.2.2. Folikel
Folikel dalam pertumbuhannya mengalami empat tahap yaitu
:
folikel primer. Folikel primer merupakan suatu
sel besar, dimana dalam tiap folikel terdapat oosit yang dikelilingi oleh suatu
lapis tunggal dari sel-sel folikel dan disebut membrana granulosa . Folikel primer ini terjadi sejak ternak
betina masih dalam kandungan. Letak folikel primer ini berada langsung di bawah
kulit ovarium atau tunika albugenia.
folikel sekunder. Folikel sekunder letaknya agak jauh dari permukaan ovarium. Sel-sel granulosanya lebih
banyak dan ovumnya dilapisi oleh pembungkus tipis yang disebut membrana vitelina.
folikel tertier. Folikel tertier merupakan perkembangan dari folikel
sekunder, dimana sel-sel granulosanya tampak lebih besar dan letaknya jauh
dari korteks ovarium. Pertumbuhan sel granulosa antara bagian luar dan
bagian dalam tidak sama menyebabkan terbentuknya rongga atau antrum-antrum yang
semakin lama besarnya bertambah sehingga membentuk menjadi satu antrum yang
besar.
Folikel de Graaf. Ova didalam folikel primer semakin besar. Sel-sel folikel berganda
menjadi beberapa lapis, hingga membentuk folikel yang masak. Dalam folekel de graaaf ini ovum terbungkus
oleh masa sel yang masak yang disebut
cumulus ooporus. Ovum bersama cumulus
ooporus menonjol kedalam ruang antrum yang penuh dengan cairan folikel.
Cairan folikel ini mengandung hormon estrogen.
Sel-sel granulosa yang membungkus ovum disebut corona radiata. Folikel degraaf
setelah membentuk sejumlah cairan terus membesar dan mendorong ke arah
permukaan ovari.
1.2.3. Ovulasi
Folikel yang telah masak (folikel
de Graaf) akan menonjol keluar
melalui korteks ke permukaan ovarium. Dalam pertumbuhannya, folikel de Graaf mempunyai dua lapis sel
stroma cortex yg mengelilingi sel-sel folikuler. Lapisan sel-sel tersebut
membentuk theca foliculi yang dapat
dibagi atas theca interna dan theca
externa.
Sebelum ovulasi, folikel yang dibentuk untuk menghasilkan
ovum mencapai ukurannya yang maksimal. Bertepatan dengan itu suatu cairan
folikel segera di sekresikan dan buluh-buluh darah berkonstriksi.
Pemecahan folikel de Graaf terjadi sewaktu ovum
dilepaskan dari ovarium yaitu pada daerah stigma. Stigma semakin lama menipis
dan mengembung kepermukaan ovarium. Stigma yang mengembung segera pecah
melepaskan sedikit cairan folikuler. Cairan folikuler bergerak melalui celah
tersebut dan membawa ovum. Pecahnya folikel
de Graaf yang membawa ovum keluar sering diistilahkan dengan sebutan “
ovulasi”.
Setelah ovulasi maka folikel akan menciut. Dan ovulasi
ini diikuti oleh pendarahan yang cukup meluas didalam rongga folikel.
1.2.4. Corpus Luteum
Luteunasi adalah proses pembentukan corpus luteum oleh sel-sel granulose dan sel-sel
theca. Segera sesudah ovulasi, terjadi kawah pada permukaan ovarium. Kawah
tersebut kemudian diisi oleh darah dan lymphe sehingga berwarna merah, dan
membentuk corpus haemorrhagicum.
Darah ini cepat membeku dan diresorbsi. Kemudian rongga ini diganti dan diisi
oleh sel-sel lutein yang semakin lama semakin banyak. Pada ternak sapi, sel-sel
lutein mengandung suatu pigmen lipochrom kuning (lutein) .
Apabila kebuntingan terjadi
maka corpus luteum akan
mempertahankan ukuran besarnya dan disebut sebagai corpus luteum verum.
Sedangkan apabila tidak terjadi bunting disebut corpus luteum spurum. Jika tidak terjadi fertilisasi (peleburan sel
telur dan sel sperma) maka corpus luteum
beregresi karena aktifitas hormon
progesteron menurun, dan memungkinkan folikel de Graaf yang lain menjadi
matang. Kemudian corpus luteum beregresi akan mengecil dan berwarna pucat dan
disebut corpus albicant.
Aktifitas FSH (Follicel Stimulating Hormone) akan
semakin dipacu lagi yang menyebabkan perkembangan folikel tersier menjadi folikel
de Graaf. Pengecilan corpus luteum disertai dengan munculnya tenunan pengikat, lemak dan struktur semacam
hialine di antara sel-sel luteum. Hal ini akan mempercepat regresi sel luteum
dan akhirnya sel luteum dan akhirnya sel luteum tidak terdapat lagi. Bekas tempat corpus luteum berubah menjadi
jaringan parut yang berwarna coklat kepucat-pucatan, yang kemudian disebut
corpus albicans.
1.2.5. Fertilisasi
Fertilisasi yaitu peristiwa
bersatunya sebuah spermatozoa
dengan sebuah ovum. Fertilisasi terjadi diuatu tempat dalam oviduct, tepatnya
didaerah ampula yaitu pada bagian Ampula
Isthmus Junction (AIJ). Pada saat ovum bertemu dengan spermatozo, ovum
masih terbungkus oleh banyak sekali sel-sel granulosa. Untuk dapat
mencapai inti sel ovum, spermatozoa harus menembus segerombol sel-sel granulosa
yang membungkus sel ovum, mucoprotein atau zona pellucida yang langsung membungkus sel
ovum dan membran vitelin atau dinding
ovum.
Setelah memasuki perjalanan
yang cukup panjang dan penuh seleksi yang ketat, maka sperma yang tangguh dapat
memasuki ampula. Spermatozoa yang
telah memasuki ampula pada uimumnya menjadi aktif bergerak karena dalam ampula
terdapat cairan ampula yang berfungsi untuk mengaktifkan pergerakan
spermatozoa. Dengan kekuatan dibagian ekornya, sprma akan menyusup diantara
sel-sel granulosa. Sel-sel granulosa satu sama lain direkatkan oleh asam hyalurobate.
Spermatozoa akan terus berusaha
untuk menekan lapisan zona pellucida
hingga tembus. Kemudian kepala spermatozoa akan bersentuhan dengan membran vitelin maka terjadilah reaksi zona yaitu suatu reaksi dari zona pellucida untuk tidak dapat
ditembus oleh spermatozoa yang lain. Reaksi
zona ini disebabkan oleh adanya suatu zat yang dilepaskan oleh granula kortika yang berasal dari membran vitelin.
Reaksi zona berjalan bertahap yaitu dari mulai disekitar lubang yang dibuat oleh
spermatozoa sampai meluas keseluruh permukaan zona pellucida. Reaksi zona
ini berfungsi melindungi ovum dari spermatozoa lain yang juga ikut berusaha
untuk membuahi ovum dan mencegah terjadinya sel-sel
triploid.
Setelah kepala sperma menyentuh
membran vitelin, terjadilah aktivasi
ovum untuk menerima tamu. Membran vitelin
memperlihatkan reaksi terhadap sentuhan kepala spermatozoa. Ditempat sentuhan
terjadi tonjolan kecil dari membran vitelin dan kemudian terbuka. Kemudian
kepala sperma menyusup masuk kedalam sito plasma dan kemudian terjadilah pembelahan inti sel
ovum
Setelah kepala sperma terputus
dan berlahan-lahan mulai mengembung maka mengakibatkan hilangnya bentuk kepala
sperma. Inti sel sperma juga terlihat pudar, tetapi nucleoli menjadi jelas.
Kejadian ini diikuti dengan terurainya khromosom dari inti-inti sel ovum dan
spermatozoa. Khromosom dari kedua inti berpasang-pasangan dan membentuk inti
baru. Perjalanan Spermatozoa menemui ovum dalam organ reproduksi ternak betina
tertera pada Gambar 33.
Sumber Koleksi Vedca
Gambar 33. Perjalanan Spermatozoa Menemui Ovum dalam Organ Reproduksi Betina
1.2.6. Tuba Uterin Atau Tuba Fallopii (oviduct)
Selain bangsa unggas, hewan betina mempunyai sepasang oviduct. Saluran ini menghubungkan
antara ovarium dengan uterus. Oviduct
merupakan saluran kecil yang panjang dan berkelok-kelok. Bagian oviduct terdiri atas: Infundibulum, ampula dan bagian yang terakhir yang berhubungan langsung dengan
uterus disebut istmus
Infundibulum merupakan
bagian yang paling ujung dari oviduct dan berbentuk seperti corong yang
bibirnya tidak teratur dan berjumbai-jumbai. Tetapi ada beberapa species yang
bentuk infun dibulum berbentuk kapsul. Bagian ujung dari infundibulum membentuk fimbria.
Fimbria ini letaknya dekat sekali dengan ovarium bahkan
biasanya menyelimuti ovarium. Fimbriae mempunyai sifat ovotoxis artinya
bergerak kearah adanya ovum. Bahkan ada yang berpendapat bahwa fimbriae ini
dapat mengusap-usap ovarium untuk mem percepat proses ovulasi, dapat mengambil
ovum yang jatuh kedalam ruang abdomen dan bahkan fimbriae kiri dapat menangkap
ovum yang di ovulasikan dari ovarium kanan dan sebaliknya.
Fungsi dari oviduct adalah :
menerima telur yang diovulasikan ovarium
menerima spermatozoa dari uterus
mempertemukan sel ovum dengan spermatozoa
menyalurkan sel ovum yang telah dibuahi (zigote) ke dalam uterus
menyeleksi sperma. Bagian oviduct yang mempunyai konstruksi khusus dan
disebut utero tubal junction (UTJ) mempunyai
fungsi untuk me nyeleksi sperma yang akan masuk kedalam tuba fallopii dari
uterus.
kapasitasi spermatozoa. Adanya cairan oviduct menyebabkan spermatozoa
mengalami proses pendewasaan
1.2.7. Uterus
Uterus pada umumnya terdiri atas badan uterus atau corpus
uteri, tanduk uterus (cornu uteri) yang pada umumnya berbentuk lancip dan
cerviks atau leher uterus.Bentuk uterus pada setiap jenis hewan bervariasi.
Bentuk-bentuk uterus pada beberapa jenis hewan adalah :
uterus duplex, yaitu uterus yang uterus yang serviksnya ada dua buah,
corpus tidak ada dan cornunya terpisah satu dengan lainnya. Bentuk uterus ini
terdapat pada tikus, mencit, kelinci dan marmut.
uterus bikornua, yaitu uterus yang mempunyai serviks atu dan corpus
uterinya sangat pendek. Sebagai contoh terdapat pada ternak babi.
uterus bibartitus yaitu uterus yang mempunyai serviks satu dan corpus uteri
cukup jelas dan panjang. Sebagai contoh terdapat pada hewan sapi,
uterus simpleks yaitu uterus yang tidak mempunyai kornu uteri, corpus
uterinya besar dan mempunyai satu cerviks. Sebagai contoh terdapat pada bangsa
primata.
Dinding uterus terdapat tiga lapis, dari luar kedalam
yaitu :
membran serosa merupakan lapis pertama dari luar atau merupakan dinding
luar
myometrium atau lapisan urat daging licin, yang mengandung urat syaraf dan
pembuluh darah
endometrium, yaitu lapisan yang merupakan dinding lumen uterus dan terdiri
atas epitel, lapisan kelenjar dan jaringan pengikat.
Uterus mempunyai fungsi yang sangat penting dalam proses
reproduksi. Yaitu sejak estrus sampai bunting dan melahirkan. Fungsi uterus
adalah :
pada saat estrus: Yaitu kelenjar endometrium yang terdapat pada dinding
uterus menghasilkan cairan uterus yang diperlukan oleh spermatozoa untuk
mendewasakan dirinya (kapasitasi) sehingga semakin tinggi kemampuannya untuk
membuahi ovum
pada saat kopulasi, uterus akan berkontraksi sehingga mampu mengangkut
spermatozoa dari uterus ke tuba fallopii.
pada waktu metestrus dan awal diestrus. Kelenjar-kelenjar endometrium mulai
berkembang dan tumbuh memanjang dan menghasilkan cairan uterus yang merupakan substrat yang cocok untuk
pertumbuhan embrio muda.
pada saat diestrus pada ternak yang tidak bunting maka telur yang tidak
dibuahi oleh sperma, didalam uterus akan diresorbsi oleh endometrium.
pada saat kebuntingan uterus membesar secara berlahan-lahan sesuai dengan
pertumbuhan embrio.
Pada saat kelahiran uterus akan melakukan kontraksi sedemikian kuat
sehingga dapat mengangkut fetus yang sedemikian beratnya untuk melampaui
simfisis pelvis dan keluar dari badan.
pada saat selesai partus /melahirkan, maka uterus akan mengalami pengecilan
kembali atau involusi.
1.2.8. Cerviks atau Leher Rahim
Cerviks merupakan spincter otot polos yang kuat dan tertutup
rapat, kecuali pada saat estrus atau pada saat menjelang kelahiran. Cerviks
terletak di antara uterus dan vagina, dan merupakan pintu masuk kedalam uterus
karena dapat terbuka atau tertutup yang
sesuai dengan siklus berahi.
Pada saat berahi serviks agak relaks sehingga
memungkinkan spermatozoa dapat masuk dalam uterus. Kemudian pada saat
kebuntingan maka sel-sel goblet yang terdapat pada cerviks akan memproduksi
mucus dalam jumlah yang besar sehingga dapat mencegah masuknya zat-zat yang
membawa infeksi dari vagina kedalam uterus. Lumen serviks terbentuk dari
beberapa gelang-gelang penonjolan dari mucosa cerviks yang dapat mengecil dengan kuat sekali.
Fungsi cerviks yang utama adalah untuk menutup lumen
uteri sehingga tidak memberi kemungkinan untuk masuknya jasad renik baik
mikroskopis maupun makroskopis. Oleh sebab itu lumen serviks selalu dalam
keadaan tertutup, kecuali pada saat melahirkan dan pada saat berahi lumen
serviks akan membuka sedikit sehingga spermatozoa dapat masuk.
1.2.9. Vagina
Vagina adalah bagian saluran reproduksi yang terletak
didalam pelvis, diantara cerviks dan vulva. Vagina terbagi atas bagian
vestibulum yaitu bagian ke sebelah luar yang berhubungan dengan vulva dan partio vaginalis cervics yaitu bagian kesebelah cerviks. Pada ternak betina dara, terdapat selapus tipis yang
merupakan sekat atau batas antara vestibulum
vaginae dan partiovaginalis cercivis,
yang disebut Hymen. Vagina berperan
sebagai selaput yang menerima penis dari hewan jantan pada saat kopulasi.
1.2.10. Vulva
(Pudendum Femininum)
Vulva adalah bagian eksternal dari genetalia betina yang
terentang dari vagina sampai kebagian yang paling luar. Pertautan antara vulva
dengan vagina ditandai oleh orifis uretral eksternal.
Pada berbagai jenis ternak bibir vulva adalah
sederhana saja dan tidak terdiri atas
labio mayor dan minor. Kemudian bagian paling bawah dari vulva terdapat
klitoris yang merupakan organ yang asal usul embrionalnya sama dengan penis pada hewan jantan.
2. Koefisien Teknis
Sebelum kita memelihara
sapi , perlu mengetahui koefisien teknis agar dapat menghitung analsisis usaha
ternak. Koefisien teknis ternak yang perlu diperhatian adalah berat dewasa,
berat lahir, produksi, bobot sapih dll. Pada bab ini hanya akan dibahas
beberapa ternak yang banyak dipelihara di Indonesia
2.1. Sapi FH
Berat pedet yang baru lahir dapat mencapai 45
kg, berat dewasa dapat mencapai 750 kg dengan tinggi 145 cm.
Sapi dara dapat dikawinkan pada umur 15
bulan, jika berat badan sudah mencapai 400 kg, diharapkan umur pada waktu
pertama kali melahirkan antara 24-27 bulan. Lama kebuntingan sekitar 9 bulan. Dengan lama produksi sekitar 6 tahun. Produksi susunya di Amerika 8.000 liter
dengan lemak 330 kg dan protein 275 kg per ekor per tahun. Di Indonesia produksi susu masih rendah, pertahun
berkisar 3.000 liter.
Sapi FH dapat dimanfaatkan sebagai
penghasil daging, sehingga dikenal dengan sapi dwi guna. Sapi pejantannya dapat
mencapai 1.000 kg dengan persentase karkas yang baik (46%).
2.2. Sapi Ongole
Sapi ini lambat dewasa, pada umur 4 tahun
mencapai dewasa penuh. Bobot sapi 600 kg pada sapi jantan dan 300-400 kg untuk
sapi betina. Berat lahir 20-25 kg. persentase karkas 45-58% dengan perbandingan
daging tulang 3,23 : 1.
2.3. Sapi Madura
Bobot sapi jantan 300 kg
dan sapi betina 250 kg. berat pedet pada waktu lahir 12-18 kg. umur dewasa
kelamin 20-24 bulan. Pertambahan berat badan 0,25-0,6 kg
per hari. Persentase karkas 48-63% dan perbandingan daging tulang adalah 5,84
:1.
2.4. Sapi Bali
Di Indonesia perkembangan sapi Bali sangat cepat dibanding dengan jenis
potong lainnya, hal tersebut disebabkan breed
ini lebih diminati oleh petani kecil karena beberapa keunggulannya yang antara
lain, tingkat kesuburunnya tinggi, sebagai sapi pekerja yang baik dan efesien
serta dapat memanfaatkan hijauan yang kurang bergizi. Persentase karkas tinggi,
daging tanpa lemak, heterosis positif tinggi pada persilangan, daya adaptasi
yang tinggi terhadap lingkungan dan persentase beranak dapat mencapai 80 persen
merupakan keunggulan lainnya. Selain
beberapa keunggulan di atas terdapat juga beberapa kekurangan yakni bahwa sapi Bali pertumbuhannya lambat, rentan terhadap penyakit tertentu misalnya;
penyakit jembrana, peka terhadap penyakit ingusan dan Bali ziekte . potensi
genetik sapi Bali tertera pada Tabel 11.
2.5. Sapi BX
Sapi Brahman Cross (BX) memiliki sifat-sifat seperti:
·
persentase kelahiran 81.2%,
·
rataan bobot lahir 28.4 kg, bobot umur 13 bulan mencapai
212 kg dan umur 18 bulan bisa mencapai 295 kg,
·
angka mortalitas post-natal sampai umur 7 hari sebesar
5.2%, mortalitas sebelum disapih 4.4%, mortalitas lepas sapih sampai umur 15
bulan sebesar 1.2% dan mortalitas dewasa sebesar 0.6%,
·
daya tahan terhadap panas cukup tinggi karena produksi
panas basal rendah dengan pengeluaran panas yang efektif,
·
ketahanan terhadap parasit dan penyakit sangat baik,
serta
·
efisiensi penggunaan pakan terletak antara sapi Brahman
dan persilangan Hereford Shorthorn
Lebih lanjut dijelaskan, pada bobot hidup finishing yang
sama produksi karkas sapi BX lebih berat dibandingkan sapi Frisian karena
memiliki persentase karkas yang lebih tinggi. Bobot karkas sapi
Shorthorn terletak antara sapi Brahman dan Hereford. Kadar lemak bervariasi mulai dari
4.2% sampai 11.2%, terendah pada sapi Frisian dan tertinggi pada Shorthorn.
Hasil pengamatan di ladang ternak Sulawesi Selatan memperlihatkan:
persentase beranak 40.91%,
calf crop 42.54%,
mortalitas pedet 5.93%,
mortalitas induk 2.92%,
bobot sapih umur 8-9 bulan 141.5 kg (jantan) dan 138.3 kg (betina),
pertambahan
bobot badan sebelum disapih sebesar 0.38 kg/hari
Tabel 11. Potensi Genetik Sapi Bali
No
|
Keterangan
|
Satuan
|
Skor
|
1
|
Berat Lahir
|
Kg
|
16
|
2
|
Berat Sapih
|
Kg
|
86
|
3
|
Berat 1 th, Jantan
|
kg
|
135
|
4
|
Berat 1 th, betina
|
kg
|
125
|
5
|
Berat 2 tahun
jantan
|
kg
|
235
|
6
|
Berat 2 tahun
betina
|
kg
|
200
|
7
|
Berat dewasa
jantan
|
kg
|
395
|
8
|
Berat dewasa
betina
|
kg
|
264
|
9
|
Ukuran Tubuh Dewasa Jantan
·
Lingkar Dada
·
Tinggu gumba
·
Panjang badan
|
cm
cm
cm
|
185,5
125,4
142,3
|
10
|
Betina :
·
Lingkar Dada
·
Tinggi gumba
·
Panjang badan
·
Persentase beranak/th
|
cm
cm
cm
%
|
160,8
113,6
118,5
69
|
3. Reproduksi/Perkawinan Ternak
3.1. Reproduksi
Reproduksi merupakan suatu kemewahan fungsi tubuh yang secara fisiologik
tidak fital bagi kehidupan bagi individual tetapi sangat penting bagi kelanjutan
keturunan suatu jenis atau bangsa hewan.
Pada umumnya reproduksi baru dapat berlangsung sesudah hewan mencapai masa
pubertas dan diatur oleh kelenjar-kelenjar endokrin dan hormon-hormon yang
dihasilkannya. Peranan reproduksi bagi kehidupan adalah
:
meningkatkan populasi ternak
melestarikan keturunan
memperbaiki produksi ternak seperti susu, daging
dan telur
memperbaiki keturunannya seperti berat lahirnya,
pertambahan bobot badan, jumlah anak yang dihasilkan dll.
Dengan usaha pengembang-biakan/reproduksi maka perlu sekali memperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
hewan bibit yang akan diusahakan keturunannya itu
(induk dengan pejantannya) tidak boleh terlalu muda ataupun terlalu tua
Hewan bibit itu harus sehat tubuhnya, terutama
harus bebas dari penyakit menular
Hewan bibit itu harus mempunyai sifat-sifat yang
menguntungkan bagi si pemeliharanya, seperti: badannya besar dan kuat, tahan
penyakit, banyak menghasilkan susu dan sebagainya
Hewan betina (induk) sebaiknya dikawinkan pada
waktu ia sedang berahi
Pada waktu hewan betina bunting, harus dijaga
benar makanan dan kesehatannya.
Tabel. 12. Batas Umur Terbaik dan Tertinggi untuk Diternakkan pada Berbagai Ternak
Jenis Ternak
|
Umur Dikawinkan
(Tahun)
|
Umur Terbaik
Diternakkan (Tahun)
|
Batas Umur Tertinggi Untuk Diternakkan (Thn)
|
Kambing
Domba
Sapi
Kerbau
Kuda
babi
|
1-1,25
1,5
2-2,5
2
2,5-3
10 bln
|
2-3
2-3
3-6
3-7
6-10
2-3
|
± 5
± 5
± 12
13-14
15-20
± 5
|
Sumber:Anonymous
(1994)
Dengan adanya pengetahuan
tentang reproduksi akan memberikan berbagai informasi yang dapat digunakan
sebagai dasar dalam :
memperkirakan jumlah atau banyaknya anak yang mungkin
akan dihasilkan
informasi tentang umur saat mulai bereproduksi
panjang atau lama
waktu bagi hewan bereproduksi
kapan bisa
melakukan aktivitas bereproduksi
pola hormonal
teknik reproduksi yang dilakukan.
Proses–proses reproduksi dapat meliputi banyak hal mulai dari :
pembentukan sel-sel kelamin yaitu sel ovum dan spermatozoa
pelepasan gamet-gamet.
pada gamet betina (sel ovum) terjadi
pelepasan sel telur dari ovarium yang
disebut ovulasi dan pada gamet jantan
atau sel spermatozoa yaitu pelepasan
dari testis menuju alat-alat kelamin jantan selanjutnya seperti duktus
epididimus, duktus defferens, ampula
dan berakhir dengan adanya ejakulasi.
perkawinan antara ternak jantan dan betina untuk
mempertemukan gamet jantan dan betina
pertumbuhan zigote
sampai fetus dan berakhir dengan kelahiran
pubertas
siklus reproduksi, dll
Batas umur terbaik dan
tertinggi untuk diternakkan pada
berbagai ternak tertera pada Tabel 12.
3.2. Siklus Reproduksi
Siklus reproduksi merupakan
rangkaian dari semua kejadian
proses reproduksi baik jantan maupun betina, sejak ternak tersebut lahir sampai ternak tersebut
dapat melahirkan (proses-proses biologik kelamin) yang berlangsung secara
sambung menyambung yang kemudian terlahir individu baru dari suatu mahluk
hidup.
Tahapan-tahapan Siklus
reproduksi :
3.2.1. Pubertas
Suatu proses reproduksi akan berlangsung secara periodik dan terus
menerus akan dimulai sejak tenak tersebut mengalami pubertas atau dewasa
kelamin. Pada saat itu ternak sudah dapat menghasilkan keturunan karena pada
saat itu organ reproduksinya telah mampu memproduksi gamet-gamet yang masak.
Jadi pubertas pada ternak adalah suatu periode dalam kehidupan makhluk jantan
atau betina dimana proses-proses reproduksi mulai terjadi. Pada saat inilah
maka organ-organ reproduksi mulai berfungsi. Pada ternak, pubertas ditandai
dengan adanya keinginan ternak tersebut untuk melakukan perkawinan. Umur dewasa
kelamin pada setiap jenis ternak tidak sama. Umur dewasa kelamin ini juga
tergantung pada keadaan iklim, keadaan makanan, heriditas dan tingkat pelepasan
hormon. Umur dewasa kelamin pada jenis ternak tertentu dapat dilihat pada Tabel
13 .
Tabel
13. Umur Dewasa Kelamin pada Berbagai
Jenis Ternak
Jenis ternak
|
Umur pubertas
|
variasi
|
Sapi
Kuda
Domba
Kambing
Kerbau
babi
|
12 bulan
18 bulan
8 bulan
8 bulan
24 bulan
6 bulan
|
6-24 bulan
10-24 bulan
4-12 bulan
4-12 bulan
12- 40 bulan
4-8 bulan
|
Sumber
: Partodihardjo (1980)
Pada semua ternak bahwa dewasa
kelamin akan tercapai pada saat dewasa
tubuh tercapai. Pada saat ini ternak sudah mampu untuk melakukan perkawinan,
tetapi pada saat itu tubuhnya belum mampu untuk melakukan proses reproduksi
selanjutnya seperti bunting, melahirkan dan menyusui.Pada saat itu tubuhnya
masih dalam proses pertumbuhan, sehingga apabila ternak tersebut bunting maka
tubuhnya harus menyediakan makanan untuk pertumbuhan dirinya dan pertumbuhan
anak yang dikandungnya. Apabila hal ini terjadi maka kemungkinan-kemungkinan
yang tidak diinginkan akan terjadi seperti terjadi kematian baik pada induk
maupun anaknya, akan melahirkan anak-anak yang cacat atau lemah, kecil dll.
Untuk menghindari hal-hal
tersebut diatas maka sebaiknya perkawinan hendaknya ditangguhkan beberapa saat
sampai tubuhnya cukup dewasa atau dewasa
tubuh telah tercapai.
3.2.2. Siklus berahi (Estrus)
Siklus berahi adalah perubahan yang terjadi secara
teratur pada sistim reproduksi hewan betina. Siklus berahi adalah jarak antara
berahi yang satu dengan berahi berikutnya. Sedangkan berahi adalah saat dimana
ditandai kesediaan hewan betina menerima pejantan untuk melakukan kopulasi.
Dalam periode siklus berahi
terjadi perubahan-perubahan fisiologis dalam alat kelamin betina. Perubahan ini
bersifat sambung menyambung satu sama lain dan akhirnya bertemu kembali pada
permulaannya. Berdasarkan gejala yang terlihat dari luar tubuh. Ternak-ternak
betina akan menjadi berahi pada awal interval waktu yang teratur dan antara
species satu dengan species lainnya akan berbeda. Panjang siklus berahi ternak
tertera pada Tabel 14.
Tabel. 14. Siklus Berahi Pada Berbagai Jenis Ternak
Jenis Ternak
|
Panjang Siklus Estrus
|
Variasi
|
Sapi
Kuda
Domba
Kambing
Babi
Anjing
|
21 hari
21 hari
16,5 hari
18 hari
21 hari
-
|
18-24 hari
19-21 hari
14-20 hari
19-21 hari
18-24 hari
6-12 bulan
|
Sumber:Partodihardjo, S. 1980.
Satu siklus berahi terbagi menjadi 4 fase yaitu : proestrus, estrus, metestrus dan diestrus.
Dari keempat fase tersebut, fase estrus merupakan fase terpenting karena dalam
fase ini hewan betina memperlihatkan gejala-gejala khusus untuk tiap-tiap jenis
hewan dan dalam fase ini pula betina mau menerima pejantan untuk melakukan
kopulasi.
3.2.2.1. Proestrus
Proestrus merupakan fase persiapan. Phase ini cukup
pendek dan dan gejala luar yang terlihat berupa perubahan-perubahan tingkahlaku
yang agak lain dari biasanya
seperti agak gelisah dan
perubahan–perubahan alat kelaim luar. Meskipun telah ada perubahan yang
menimbulkan gairah seks namun pada saat proestrus
tersebut ternak masih belum mau menerima pejantan atau menolak untuk bisa
melakukan perkawinan.
3.2.2.2. Estrus
Estrus
merupakan fase yang terpenting dalam siklus berahi. Estrus adalah periode penerimaan seksual pada ternak betina. Pada
fase ini ternak betina memperlihatkan gejala yang khusus pada setia jenis
ternak. Dan pada saat ini pula ternak betina mau menerima pejantan untuk
melakukan kopulasi. Sehingga apabila ada betina yang menolak untuk melakukan
kopulasi sedangkan tanda-tanda berahi terlihat maka kemungkinan ternak tersebut
masih mengalami proestrus atau masa estrus sudah selesai.
Gejala berahi yang umum dan nampak
terlihat pada sebagian besar jenis ternak
pada saat berahi (estrus) adalah gelisah, nafsu makan berkurang atau
hilang sama sekali, menghampiri pejantan dan tidak lari pada saat pejantan mau
menaiikinya.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada
alat kelaimin bagian dalam pada waktu estrus adalah pertumbuhan folikel yang
telah dimulai pada saat proestrus
maka akan mencapai pertumbu an yang maksimal dan ovum yang terdapat dalam
folikel akan menjadi masak. Dan follikel siap pecah dan mengeluarkan ovum.
Selama atau segera setelah periode berai maka akan terjadi ovulasi. Estrus akan
segera berakhir kira-kira pada saat pecahnya
folikel ovari, atau terjadinya ovulasi.
3.2.2.3. Metestrus
Segera setelah berahi selesai, maka
sisa-sisa gejala-gejala berahi masih tampak tetapi pada saat itu betina sudah
tidak mau lagi dinaiki atau dikawini pejantan. Pada saat itu sebetulnya masa estrus sudah selesai dan telah telah
berganti dengan fase baru yang diebut metestrus.
Pada saat metestrus, perubahan alat
kelamin luar tidak tampak, tetapi dalam alat kelaminnya yaitu ovariumnya
terjadi pembentukan corpus hemorrhagikum
yang terletak dalam folikel de graaf
yang telah mengeluarkan ovumnya. Pada sapi, metestrus
juga ditunjukkan dengan adanya sedikit darah yang mengalir keluar dari uterus
ke vagina. Dan terlihat dari vulva.
Darah yang mengalir pada sapi saat
metestrus bukan merupakan menstruasi pada manusia tetapi darah ini berasal dari
pembuluh-pembuluh darah kapiler yang berada pada karankula yang mendapat suplai cukup banyak pada saat estrus,
sehingga karankula tegang dan beberapa diantaranya ada yang pecah dan
mengeluarkan darah.
3.2.2.4. Diestrus
Diestrus adalah masa tenang. Yaitu suatu siklus berahi yang ditandai oleh tidak
adanya kebuntingan dan tidak adanya aktivitas kelamin sehingga ternak menjadi
tenang. Pada saat itu kondisi keadaan dalam alat reproduksi yaitu pada bagian
endo metriumnya masih terlihat adanya pertumbuhan kelenjar-kelenjar endometrium
yang berkelok-kelok, tetapi hal ini tidak berlangsung lama. Lama kelamaan
kelenjar-kelenjar tersebut akan
berdegenerasi. Corpus hemorrhagikum lama-kelamaan akan mengkerut dan
tumbuh sel-sel yang berwarna kuning atau disebut sel luteum dan mulailah
terbentuk corpus luteum. Di estrus ini merupakan fase yang terlama dalam siklus
estrus.
3.2.3. Lama Berahi
Lama berahi merupakan selang
waktu mulai berahi ditandai dengan munculnya berahi sampai hilang tanda-tanda
berahi. Lama berahi setiap jenis ternak berbeda-beda. Demikian juga dengan
setiap individu ternak bervariasi. Hal ini tergantung dari beberapa faktor
seperti umur, musim dan kehadiran pejantan serta bobot badan. Lama berahi pada
berbagai jenis ternak tertera pada Tabel 15.
Tabel 15. Lama Berahi pada Berbagai Jenis Ternak
Jenis Ternak
|
Panjang Siklus Estrus
|
Variasi
|
Sapi
Kuda
Domba
kambing
Babi
Anjing
|
17 jam
-
30 jam
30 jam
-
-
|
15-19 hari
-
-
24-36
-
-
|
3.2.4. Kebuntingan
Yang dimaksud kebuntingan dipandang dari segi teknis sebenarnya dimulai
sejak saat sel kelamin betina bersatu dengan sel kelamin jantan didalam saluran
alat reproduksi paling atas atau ovoduct dan tepatnya dibagian ampula.
Sedangkan Frandson (1992) mengatakan bahwa ke buntingan berarti keadaan
dimana anak sedang berkembang didalam uterus seekor hewan betina. Satu periode
kebuntingan adalah periode dari mulai terjadinya fertilisasi sampai terjadinya
kelahiran normal. Pada ternak sapi fertilisasi terjadi setelah 11 sampai 15 jam
dari inseminasi/ perkawinan.
Sedangkan untuk manusia, fertilisasi ini akan terjadi 14 sampai 15 hari
setelah terakhir menstruasi.
Pertumbuhan mahluk baru hasil frtilisasi atau pembuahan antara ovum
dengan sperma tozoa, dapat dibedakan tiga tahap/periode yaitu :
periode ovum yaitu periode yang dimulai dari
fertilisasi sampai implan tasi.
Periode embrio yaitu periode dari saat terjadinya
implantasi sampai saat dimulainya pem bentukan alat-alat tubuh bagian dalam
Periode fetus yaitu periode terakhir yaitu
dimulai dari terbentuknya alat-alat tubuh bagian dalam dan extremitas (anggota
tubuh) sampai terjadi kelahiran.
Pengetahuan tentang apakah
ternak yang dipelihara mengalami kebuntingan atau tidak adalah sangat penting.
Ada beberapa cara untuk membantu mendiagnose suatu ternak bunting atau
tidak. Berbagai cara yang dapat dilakukan adalah :
ternak tidak mengalami berahi lagi. Sebagai
indikasi kebuntingan yang cukup sederhana dan efektif adalah bahwa setelah 45
hari setelah perkawinan ternak tersebut tidak berahi lagi. Cara ini akan ada
juga melesetnya karena ada ternak-ternak tertentu yang mengalami silent heart
(berahi tenang). Hal ini bisa disebabkan karena dalam ovariumnya terdapat
corpus luteum yang persisten.
perubahan kontur abdomen. Pada ternak yang
bunting maka akan terjadi penurunan pada dinding abdominal (pelebaran abdomen).
pemeriksaan dapat juga dilakukan dengan palpasi
per rektum yaitu dengan cara memasukkan tangan dalam rektum dan meraba
organ-organ reproduksi tertentu. Untuk ini dibutuhkan seorang yang ahli dan
terampil. Diagnose kebuntingan ini didasarkan kepada tingkat perkembangan fetus
dan perubahan-perubahan pada genetalia dan struktur-struktur yang terkait pada hewan betina.
Sinarx.Diagnose kebuntingan dengan menggunakan sinar
X kurang begitu efektif dan bermanfaat.
Sinar X akan efektif apabila diguna kan untuk menetapkan kebuntingan
setelah tulang-tulang fetus telah mengalami kalsifikasi
Ultra suara (Ultra sound). Ultra sound dapat
digunakan untuk mendeteksi kebuntingan pada berbagai jenis ternak seperti sapi.
Teknik ultra sonik didasarkan kepada timbulnya bunyi dengan frekuensi yang tinggi (1 sampai 10 juta cycle
tiap detik) melalui jaringan.
Uji Biologik dengan mengamati adanya hormon
gonado tropin dalam serum darah maka dapat di pastikan bahwa ternak tersebut
bunting. Hormon gonadotropin dihasilkan/
diproduksi oleh placenta sewaktu bunting.
Metode pemeriksaan kebuntingan
pada berbagai jenis ternak tertera pada Tabel 16.
Tabel. 16. Metode Pemeriksaan Kebuntingan pada Berbagai Jenis
Ternak
Spesies
|
Metode yg
Digunakan
|
Contoh yg diperlukan
|
Cara
|
Mulai dpt di pergunakan
|
Sapi
|
Palpasi rektal
|
-
|
perabaan
|
30-35 hari
|
Domba
|
Biopsi vaginal Ultra suara
|
Mucosa vaginal
|
Histologik
Alat elektronik
|
40 hari
70 hari
|
Sumber :
Partodihardjo, 1980
Perubahan-perubahan yang
terjadi dalam alat kelamin betina pada saat kebuntingan:
3.2.4.1. Perubahan
pada Uterus
Pada ternak yang mengalami kebuntingan maka akan terjadi
perubahan-perubahan pada uterusnya, seperti :
terjadi vaskularisasi pada endometrium
terbentuknya lebih banyak kelenjar endo metrium
myometrium menjadi tenang yaitu tidak mengalami
kontraksi lagi
setelah terjadi implan tasi, penyaluran makanan
dari induk ke anak lebih lancar. Ada hubungan yang lebih erat dari trophoblast dengan pembuluh-pembuluh
darah pada endometrium
terjadi pertukaran zat makanan dari induk ke anak
dan zat buangan dari anak ke induk. Hal ini terjadi sejak terjadinya implantasi
yang juga disertai oleh terbentuknya anyaman pembuluh darah.
Pada saat kehamilan juga
terjadi pembesaran volume uterus. Dimana pada saat permulaan kebuntingan
sebagian besar di sebabkan oleh pertambahan cairan amnion dan allantois, tetapi
pada pertengahan kebuntingan maka pertambahan volume cairan menjadi hampir sama
dengan per tambahan volume uterus dan pada akhir kebuntingan maka sebagian
besar merupakan volume vetus.
3.2.4.2. Perubahan pada 0varium
Perubahan-perubahan pada ovarium
adalah :
folikel de
graaf yang telah kosong (setelah
terjadi ovulasi) maka merupakan suatu kawah dan diisi oleh darah yang cepat
membeku dan disebut corpus hemorrhagikum
corpus
hemorrhagikum akan terbentuk sel-sel baru
yang berwarna kuning yang disebut sel luteum
sel-sel
luteum makin lama makin banyak dan akhirnya mengisi penuh ruangan tersebut
dan diberi nama cprpus luteum
Selama kehamilan corpus luteum tetap ada dan berfungsi terus selama masa kehamilan
apabila tidak terjadi kehamilan maka corpu luteum
akan dinon aktifkan oleh prostal gandin dan mengalami degenerasi dan berubah
menjadi jaringan ikat yang berwarna putih mengkilat yang disebut corpus
albican.
3.2.4.3. Servix.
Setelah terjadi fertilisasi maka kripta-kripta serviks akan menghasilkan lendir yang kental dimana
semakin tua kehamil annya maka semakin kental lendir yang dihasilkan. Fungsi lendir
ini adalah untuk menyumbat lumen servix
3.2.4.4. Vulva dan Vagina
Pada saat kehamilan maka tidak terjadi perubahan pada alat kelamin vulva
maupun vagina tetapi setelah terjadi kebuntingan 6 sampai 7 bulan (pada sapi)
maka akan terjadi eidema /membengkak.
Periode kebuntingan tiap ternak
bervariasi antara spesies satu dengan species lainnya. Demikian juga antara
individu satu dengan individu lainnya. Sebagai contoh :
rata-rata periode kebuntingan pada kuda adalah
336 hari atau ± 11 bulan
rata-rata periode kebuntingan pada sapi adalah
282 hari atau ± 9 bulan
rata-rata periode
3.2.5. Kelahiran
Akhir dari proses kehamilan
adalah kelahiran. Jadi kelahiran adalah proses fisiologik dimana uterus yang
bunting mengeluarkan anak dan placenta melalui saluran kelahiran.
Sesaat tanda-tanda menjelang
kelahiran adalah :
akan terjadi relaksasi pada bagian pelvis yaitu pada ligamentum sacro-spinasum dan otot-otot disekitar pelvis dan tungging
otot akan terlihat mengendor khususnya
disekitar pangkal ekor
pangkal ekor diangkat ke atas
sisi perut mengempis dan secara keseluruhan perut
kelihatannya mengecil. Atau perutnya akan tenggelam /jatuh.
ambing membesar dan mengeras
dari puting susu kadang-kadang keluar cairan
ternak terlihat gelisah
terjadi pembengkaan (edema) pada vulva. Besarnya dapat mencapai 2 sampai
4 kali nya
lendir
cervix yang berfungsi menyumbat cervix
pada saat kebuntingan akan mencair
relaksasi dinding abdominal
ternak berusaha untuk mengasingkan diri.
Proses kelahiran dapat
dibedakan menjadi tiga tahap yaitu :
Tahap pertama
Pertama-tama uterus akan berkontraksi dan secara bertahap akan mendorong
kantong air terhadap sisi uterin sehingga menyebabkan serviks berdilatasi. Pada
tahap pertama ini, pada sapi, antara 2
sampai 6 jam.
Tahap kedua
Terjadi kelahiran yang
sebenarnya yaitu fetus akan keluar dari uterus melalui cerviks dan vagina. Pada
saat itu kantong air akan pecah secara refleks dan mengawali kontraksi
otot-otot abdomina. Dengan adanya dua macam kontraksi yaitu kontraksi uterus dan
kontraksi abdominal maka fetus akan terdorong dan melintasi saluran kelahiran.
Tahap ketiga
Tahap ketiga adalah pengeluaran
placenta segera mengikuti fetus keluar.
3.3. Perkawinan Ternak.
Pada garis besarnya sistim
perkawinan ternak dapat dibedakan menjadi 2 cara yaitu :
3.3.1. Perkawinan
Alami
Perkawinan Alami yaitu suatu Perkawinan
tanpa Bantuan Manusia. Ternak secara naluri akan berkembang biak dengan
melalui proses perkawinan.
Berdasarkan tempat perkawinannya maka dapat dibedakan
menjadi dua sistem yaitu : Hand mating
dan Pasture mating. Sedangkan berdasar
cara pelaksanaan terdapat perkawinan individu dan perkawinan kelompok.
3.3.1.1.Cara Pelaksanaan
Perkawinan Individu
Yaitu dengan cara ternak betina yang sedang berahi dibawa
ke tempat pejantan atau sebaliknya. Sedikit pejantan mengawini dua kali setelah
itu betina yang baru dikawini tersebut dibawa jalan-jalan agar sperma bisa
cepat bertemu dengan ovum
Perkawinan Kelompok
Yaitu sekelompok ternak betina dibiarkan hidup
bersama-sama dengan seekor pejantan, baik dikandang maupun dipadang
penggembalaan secara terus menerus selama 60 hari. Apabila masih ada beberapa betina yang masih
belum bunting maka diberi kesempatan untuk berkumpul sekali lagi.
Ada beberapa alasan mengapa sering terjadi keterlambatan
kebuntingan atau kelahiran. Ini banyak sebabnya diantaranya :
tidak menyadari akan pentingannya mempunyai pejantan sendiri
perkawinan yang dipaksakan pada waktu ternak tidak berahi tidak akan
menghasil kan kebuntingan.
pejantan–pejantan di campur dengan betina-betina sepanjang waktu
induk yang kurang makan sukar untuk menjadi bunting dan hasil anaknya jelek
pengaruh panas udara
3.3.1.2. Sistem Perkawinan
Perkawinan pada sapi ada dua
sistim perkawinan pada sapi yaitu:
Hand Mating yang biasanya dilaksana kan dalam suatu kandang
khusus.
Pasture Mating yaitu perkawinan yang dilaksanakan dalam suatu
pasture atau padang penggembalaan yang cukup luas, dimana antara betina-betina
dan pejantannya dibiarkan untuk melakukan perkawinan secara alami yang
dilakukan dalam pasture.
Semua hewan ternak, baik sapi,
dan ternak lainnya perlu suatu perkawinan yang
terarah. Perkawinan terarah merupakan salah satu bentuk dari
perwujudan perkembangbiakan produktif,
oleh sebab itu semua proses harus diperhatikan.
Untuk melakukan perkawinan ada
beberapa langkah persiapan yang harus dilakukan seperti :
pemeriksaan induk yang pernah beranak
pemberian pakan yang bermutu
Sedangkan kunci keberhasilan
suatu perkawinan ternak sangat tergantung dari:
tingkat kesuburan dari betina maupun pejantannya
serta pengaturan perkawinan. Kesuburan suatu ternak betina dapat diukur dari
keteraturan dan kemampuan beranak dengan cepat. Sedangkan kesuburan pejantan
dapat diukur dari sifat kejantannya dan jumlah serta kualitas sperma yang
dihasilkan.
pengaturan perkawinan oleh peternak. Meskipun
suatu ternak betina dan pejantannya dalam kondisi subur, tetapi apabila
peternak kurang memperhatikan tingkah laku reproduksi ternak yang dipeliharanya
maka kesempatan yang baik untuk mengawinkan ternak akan berlalu dengan suatu
yang sia-sia.
perkawinan pertama
Walaupun ternak sudah mencapai pubertas, akan
tetapi ternak tersebut belum boleh dikawinkan tetapi harus harus mencapai
kedewasaan tubuh terlebih dahulu, karena pada saat itu ternak telah memiliki
kedewasaan tubuh dan memiliki bagian-bagian tubuh yang harmonis dan seimbang
antara organ yang satu dengan organ lainnya.
Perkawinan yang tepat pada waktu betina sedang
berahi
Pengaturan perkawinan dengan penyerempakan berahi
Untuk meningkatkan atau
memberikan keuntungan yang maksimal salah satunya dengan cara kita mampu
mengatur produktivitas induk-induk ternak sehingga akan melahirkan anak dengan
umur yang sebaya yang siap dipasarkan. Untuk itu dapat dilakukan dengan cara
mengawinkan induk-induk betina secara bersamaan sehingga induk-induk tersebut
akan melahirkan dengan waktu yang bersamaan. Untuk itu perlu dilakukan suatu
metode rekayasa proses reproduksi sehingga terjadilah berahi secara bersamaan
atau lebih dikenal dengan istilah penyerentakan berahi.
Penyerentakan berahi diatur oleh :
penggunaan hormon
Perangsangan dengan pejantan
Penggunaan metode inseminasi buatan dan sinar laser
3.3.2. Perkawinan Buatan (Artificial Insemination)
Inseminasi buatan adalah terjemahan dari artificial insemination
(Inggris) dimana artificial artinya buatan atau tiruan sedangkan insemination adalah
berasal dari kata latin inseminatus (in artinya pemasukan, penyampaian
atau deposisi. Sedangkan semen adalah cairan yang mengandung sel-sel kelamin
jantan yang diejakulasikan melalui penis pada waktu kopulasi atau penampungan).
Jadi menurut definisi, inseminasi buatan adalah pemasukan atau penyampaian
semen kedalam saluran kelamin betina dengan menggunakan alat-alat buatan
manusia, jadi bukan secara alami.
Inseminasi Buatan juga merupakan suatu perkawinan dengan
menggunakan teknologi dengan bantuan manusia dimana dengan IB ini diharapkan
dapat memperbaiki ternak-ternak yang mempunyai genetic jelek yang ada di
seluruh dunia ini diganti dengan bibit-bibit yang genetiknya baik, sehingga
dapat meningkatkan baik populasi maupun produktivitas ternak. Oleh karena itu
pelaksanaan IB sangat penting dipelajari.
Hal-hal yang perlu dipelajari dalam pelaksanaan IB adalah
:
menyediakan semen beku,
menyiapkan peralatan dan bahan penunjang
mengoperasionalkan IB
merawat peralatan IB dan
mencatat pelaksanaan IB secara detil.
Inseminasi buatan merupakan satu alat yang ampuh yang
pernah diciptakan manusia untuk meningkatkan populasi dan produksi hewan baik
secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Teknik Inseminasi buatan sudah
sangat meluas dan sudah populer terutama dalam bidang peternakan khususnya lagi
pada sapi perah.
Dalam praktek, prosedur inseminasi buatan tidak hanya
meliputi deposisi atau penyampaian semen kedalam saluran kelamin betina, tetapi
mencakup juga seleksi dan pemeliharaan pejantan, penampungan, penyimpanan atau
pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengankuan semen, inseminasi,
pencatatan dan penentuan hasil inseminasi pada hewan betina serta bimbingan dan
penyuluhan peternak khususnya bagi penerapan IB dibidang peternakan.
Prosedur inseminasi buatan
3.3.2.1. Pengambilan Semen
Ada beberapa metode penampungan semen yang dapat
dilakukan untuk inseminasi buatan, seperti metode pengurutan, metode elektro ejakulator
dan metode vagina buatan. Namun salah satu cara yang paling umum adalah metode
vagina buatan.
Alat-alat yang digunakan:
silinder karet
selongsong dalam
tabung penampung
corong
Sebelum dilakukan penyadapan, maka apabila preputium
terlalu panjang perlu digunting, tetapi jangan terlalu pendek. Bersihkan
preputium dan daerah sekitarnya dengan menggunakan sabun dan air hangat
kemudian keringkan dengan menggunakan handuk. Demikian juga dibagian belakang
sekitar pangkal ekor dari hewan pemancing (betina). Contoh Vagina Buatan
tertera pada Gambar 34, sedangkan contoh Penyadapan Semen pada sapi tertera
pada Gambar 35
.
Gambar 34. Vagina Buatan Siap untuk Menampung Semen
|
||
Gambar 35. Penyadapan Semen pada Sapi
|
||
3.3.2.2. Pemeriksaan Semen
Pemeriksaan semen
dilakukan secara makroskopis seperti volume, warna dan konsistensi. Sedangkan
secara mikroskopis meliputi:
menaksir kualitas semen/air mani
menaksir prosentase sperma dalam
semen
Menghitung sperma dengan hymocytometer
Menghitung sperma hidup dan yang mati dengan pewarnaan
Melihat morfologi sperma dan menghitung sperma normal dan yang abnormal
Contoh alat pemeriksaan
semen tertera pada Gambar 36
Gambar 36. Pemeriksaan Semen Sapi dalam Laboratoium
|
3.3.2.3. Pengenceran semen
Fungsi pengencer semen diantaranya :
sumber makanan atau nutrisi untuk
energi bagi spermatozoa
Pelindung spermatozoa dari
pertumbuhan kuman
Mempertahankan tekanan osmotik
Mencegah perubahan PH
Mengurangi kerusakan sperma karena “ cold
shock
3.3.2.4. Pelaksanaan (Prosedur) Inseminasi
Metode inseminasi yang sering digunakan adalah dengan
menggunakan rekto vaginal. Rektovaginal
merupakan metode yang lebih umum dan biasa dipakai pada saat ini karena lebih
praktis dan lebih efektip. Caranya :
cucilah telapak tangan dengan sabun dan air sampai bersih
ambil sarung tangan plastik atau karet dan masukkan di tangan kiri. Sarung
tangan tidak mutlak dipakai.
celupkan sedikit ujung tangan dengan sedikit air sabun.
tangan kiri yang ber sarung plastik tersebut dimasukkan ke dalam rektum
secara pelan dan halus mengikuti irama peristaltik atau kontraksi dinding
rektum
genggam dan fikser cervix dalam telapak tangan. Harus bisa membedakan
antara vagina, cevic dan uterus. Kalau diraba cervix akan terasa jauh lebih
keras dibandingkan dengan kedua saluran kelamin tersebut.
bersihkan atau cuci vulva bibir-bibirnya dari kotoran atau urine kemudian
di lap sampai kering dengan mengguna kan kapas atau tissue.
Pipet inseminasi atau “Inseminasi gun” dimasukkan dan di posisikan di pangkal uteri pada
posisi 4 melalui vulva dan vagina dan pintu luar cervix atau os externa cervix.
Pada umumnya bagi yang belum terampil akan menemukan kesulitan. Contoh
pelaksanaan IB pada sapi tertera pada Gambar 37.
Gambar 37. Pelaksanaan IB Pada Sapi
|
3.4. Penerapan Bio-teknologi
Reproduksi
Teknologi reproduksi merupakan satu kesatuan dari
teknik-teknik rekayasa reproduksi hewan yang dikembangkan melalui suatu proses
penelitian dalam bidang reproduksi ternak secara terus-menerus dan
berkesinambungan yang hasilnya dapat diaplikasikan untuk
tujuan tertentu.
Ada beberapa produk dari hasil teknologi reproduksi
yang dapat diketahui, diantaranya:
3.4.1. Perangsangan berahi (Stimulasi estrus)
Perangsangan berahi adalah suatu metode yang dilakukan
baik secara mekanik dan/atau kimiawi untuk memanipulasi siklus reproduksi hewan
agar dapat mempercepat terjadinya berahi dan ovulasi dengan tujuan untuk
meningkatkan produktifitas
dan efisiensi manajemen (biaya, waktu dan tenaga).
Perangsangan berahi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu induksi berahi dan
penyerentakan berahi.
Induksi berahi (oestrous
induction) adalah suatu perangsangan berahi dan ovulasi yang biasanya
dilakukan pada hewan-hewan yang tidak berahi bermusim (anestrous seasonally) atau perangsangan berahi pada hewan di luar
atau sebelum masuk musim kawinnya. Sedangkan
Sinkronisasi berahi suatu upaya
untuk mengendaatau pengaturan siklus estrus sedemikian rupa sehingga periode
estrus pada banyak individu hewan betina akan
menunjukkan berahi secara serentak.
Pada sinkronisasi estrus pada umumnya dilakukan pada
hewan-hewan yang poli-estrus yaitu tidak mengenal musim kawin seperti halnya pada sebagian besar ternak. Ada
beberapa hormon yang dapat digunakan diantaranya:
Prostalgandin F2 alpha
Progesteron dan GnRH (Gonadotropinne
Realising Hormone)
Progesteron dan PMSG (Pregnant Mare’s
Serum Gonadotrophine)
Melatonin
Estradiol
Kombinasi antara progesteron dengan Prostalgandin F2 alpha
3.4.2. Superovulasi (Multiple Ovulasi
Sapi merupakan ternak uniparous, dimana pada umumnya hanya ada
satu sel telur saja yang terovulasi setiap siklus berahi. Oleh sebab itu untuk
merangsang terjadinya ovulasi gandanda maka diberikan hormon superovulasi,
sehingga diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah besar. Jadi super ovulasi
adalah suatu upaya untuk merangsang ovarium betina agar ternak betina dapat
melepaskan ovum (ovulasi) lebih dari satu.
Hormon yang banyak
digunakan untuk rekayasa superovulasi adalah hormon gonadotropin seperti hormon
Follicle Stimulating Hormone (FSH)
Pregnant Mare & #8217 dan Pregnant
mare serum gonadotropin (PMSG). Dengan penyuntikan hormon gonadotropin
tersebut maka akan meningkatkan perkembangan dan pematangan folikel pada
ovarium sehingga diperileh ovulasi sel telur yang lebih banyak. Superovulasi
ini dimanfaatkan dalam teknik embrio
transfer
3.4.3. Transfer Embrio
Transfer Embrio (TE)
adalah suatu teknologi yang dikembangkan untuk memperbaiki genetika ternak,
meningkatkan atau memaksimumkan potensi ternak unggul dalam satu musim kawin,
sehingga dapat dipacu peningkatan populasinya.
TE merupakan teknologi
alternatif yang sedang dikembangkan dalam usaha meningkatkan mutu genetik dan
populasi ternak sapi di Indonesia secara cepat.
Dalam dunia peternakan teknik transfer embrio telah berhasil dikembangkan
pada sapi , bahkan saat ini telah berkembang sebagai suatu industri
peternakan. TE pada sapi merupakan generasi kedua bioteknologi reproduksi
setelah inseminasi buatan.
Transfer embrio
merupakan suatu proses, mulai dari pemilihan sapi-sapi donor, sinkronisasi
berahi, super ovulasi, transfer embrio ke recipien sampai pada pemeriksaan
kebuntingan dan kelahiran. Transfer embrio memiliki manfaat ganda yaitu selain
dapat diperoleh keturunan sifat dari kedua tetuanya juga dapat memperpendek
interval generasi sehingga perbaikan mutu genetik lebih cepat diperoleh.
Manfaat lain dengan TE maka seekor betina unggul yang disuper ovulasi kemudian
diinseminasi dengan sperma pejantan unggul dapatmenghasilkan sekitar 40 ekor
anak sapi unggul yang seragam setiap tahunnya. Bahkan bisa juga dibuat kembar identik dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan
teknik “Cloning”. Dengan TE juga
dapat membuat jenis kelamin (jantan atau
betina) anak sapi yang diinginkan.
Ada beberapa keunggulan
TE dibandingkan dengan IB yaitu:
perbaikan mutu genetik pada IB hanya berasal dari pejantan unggul sedangkan
dengan TE sifat unggul dapat berasal dari pejantan dan induk yang unggul
dengan TE maka waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh derajat kemurnian
genetik (purebreed) jauh lebih tinggi
dibandingkan IB maupun kawin alam
dengan TE, seekor betina unggul mampu
menghasilkan lebih dari 20-30 ekor pedet unggul per tahun, sedangkan
dengan IB hanya dapat menghasilkan satu pedet per tahun
Melalui teknik TE dimungkinkan terjadinya kebuntingan kembar, dengan jalan
mentransfer setiap tanduk uterus (cornua uteri) dengan satu embrio.
Ada dua macam atau
teknik embrio trasfer yaitu
Produksi embrio secara invivo atau juga disebut Multiple ovulation embrio transfer yang bertujuan untuk menghasilkan embrio yang banyak dalam satu
kali siklus. Untuk menghasilkan embrio dalam jumlah banyak dapat dilakukan
dengan cara penyuntikan FSH.
Dari hasil embrio transfer dapat diketahui bahwa satu siklus berahi dapat
menghasilkan 5-7 embrio bahkan kadang-kadang dapat men- capai 30.
Produksi embrio secara invitro.
Sel telur didapat dari ovari yang berasal dari rumah potong hewan kemudian
dimatangkan secara invitro. Pematangan ini dilakukan dengan menggunakan media
yang kompleks yang umumnya mengandung hormon FSH, LH, Prolaktin, progesteron, protein
ovari dan peptida. Sebagai contoh medianya TCM 199.
Hasil panen dari embrio transfer adalah blastosist (sebelum implantasi) dan embrio beku. Hasil dari embrio transfer sangat
dipengaruhi oleh kondisi sapi donor, kualitas embrio yang dihasilkan dan
kesiapan dari recipient untuk mampu
menghasil kan kebuntingan, dengan cara: meningkatkan kualitas Corpus luteum dengan cara penyuntikan
HCG dan dengan cara penyuntikan interferon yang berfungsi untuk mencegah
regresi Corpus luteum.
Ada beberapa permasalahan yang sering dihadapi dalam
program transfer embrio, diantaranya:
Pemanenan embrio yang rendah, karena mutu ternak donor yang rendah dan
kurang diterapkan rekayasa reproduksinya
Embrio beku masih harus diimpor karena kurangnya informasi dan teknologi
pembekuannya
Potensi genetik dan unjuk kerja reproduksi sapi recipien yang umumnya
rendah karena kurangnya program seleksi dan rendahnya kemampuan teknisi.
3.4.4. Splitting
Embrio
Splitting embrio adalah pembelahan embrio pada stadium Blastosisit, yang akan menghasilkan
kembar identik. Setengah embrio dikembalikan lagi kedalam uterus dan
setengahnya lagi ditransfer kerecipient.
3.4.5. Clonning
Gen
Clonning gen yaitu suatu prosedur untuk memperoleh
replika yang dapat sama dari sel atau organisme tunggal. Percobaan yang sudah berhasil adalah Domba
Dolly.
4. Seleksi Bibit
Ternak
Seleksi adalah suatu tindakan untuk memilih ternak yang
dianggap mempunyai mutu genetik baik untuk dikembangbiakan lebih lanjut serta
memilih ternak yang dianggap kurang baik untuk disingkirkan dan dikembangbiakan
lebih lanjut. Seleksi dapat diartikan juga untuk memperkenankan sekelompok
ternak menjadi penurun dari generasi
berikutnya dan menghilangkan kesempatan dari kelompok lain untuk memperoleh
penurun dari generasi berikutnya pula.
Pada dasarnya seleksi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu seleksi alam dan
seleksi buatan. Seleksi alam adalah seleksi yang terjadi karena pengaruh alam
dan bukan dipengaruhi oleh manusia dan alamlah yang menentukan arah dan
tujuannya. Seleksi alam merupakan inti dari teori Darwin yaitu “Asal usul dari
berbagai species” (The origin of
defferent species). Sedangkan
seleksi buatan adalah seleksi yang dilakukan oleh manusia untuk suatu tujuan
atau sasaran tertentu demi kebutuhannya.
Untuk saat ini, seleksi yang dipengaruhi oleh manusialah yang berkembang sedangkan seleksi karena faktor alam
dapat dikatakan langka kejadiannya. Dalam dunia peternakan modern, akan terlihat
bahwa manusialah yang terutama mengadakan seleksi demi kebutuhannya.
4.1. Seleksi Sapi Potong
Seleksi pada sapi bertujuan untuk menghasilkan sapi bibit
yang diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan mutu genetik populasi sapi
potong.
Dalam melakukan seleksi pada sapi potong, dibedakan atas
adanya dua metode pokok yaitu:
Seleksi Tradisional
Seleksi secara tradisional yaitu metode seleksi yang
telah lama. Metode ini sangat sederhana yaitu mencari ternak jantan yang
memiliki cacat luar untuk kemudian dilakukan kastrasi agar ternak jantan tidak
dapat mengawini induk-induk wilayahnya.
Seleksi Kuantitatif
Seleksi secara kuantitatif adalah metode seleksi yang
didasarkan atas perhitungan kuantitatif. Kriteria-kriteria pada sapi potong
yang dapat dipergunakan dalam seleksi adalah ; Berat badan pada umur tertentu,
Kecepatan pertumbuhan dan Ukuran tubuh pada umur tertentu.
4.2. Seleksi Pada Sapi Perah
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan
seleksi terhadap sapi perah betina.
Beberapa metode yang sering digunakan yaitu:
pendugaan kemampuan berproduksi
Estimated Transmitting Ability (ETA)
Pendugaan nilai pemuliaan
Sedangkan seleksi pemilihan pejantan ada beberapa metode,
diantaranya:
perbandingan antar produksi anak
membandingkan produksi anak induk
membandingkan produksi herdmatenya.
4.3. Seleksi Ternak
Kerbau
Pemuliabiakan terhadap kerbau di Indonesia belum
dikerjakan secara sistematis dan seleksinya belum dikerjakan dengan baik.
Pengembangbiakan kerbau dilakukan peternak secara alami.
5. Pemilihan Bibit Ternak
Keberhasilan dalam usaha
budidaya ternak sapi sangat dipengaruhi oleh bibit yang akan digunakan. Dalam
pemilihan bibit harus jelas tujuannya apakah untuk menghasilkan daging, susu
atau dengan tujuan tenaga kerja. Pemilihan bibit ternak ruminansia dapat dilakukan
berdasarkan:
Pemilihan tipe.
Pemilihan sapi berdasarkan keturunan.
Penilaian dan pengukuran sapi.
Hasil pameran
5. 1. Tipe Ternak
Ada beberapa macam tipe ternak ruminansia, yaitu :
5.1. 1.Tipe Pedaging
Ternak ruminansia tipe pedaging pada umumnya mempunyai
ciri-ciri:
Cepat mencapai dewasa.
Laju pertumbuhan cepat.
Efisiensi pakannya tinggi.
Kualitas dagingnya maksimum dan mudah
dipasarkan.
Tubuh dalam besar, mencirikan tipe pedaging berbentuk persegi empat atau
balok.
Perut tidak menggantung
Tidak cacat
5.1.2. Tipe Perah
Tubuhnya luas ke belakang seperti baji atau gergaji.
Sistem dan bentuk ambingnya baik dan
putingnya simetris.
Efisiensi pakan untuk produksi susu tinggi.
Sifatnya baik dan jinak
Punggung
lurus
Perut
tidak menggantung
Kapasitas
perut besar
5.1.3. Tipe Pekerja
Bertubuh besar dan kuat dengan perototan yang kuat.
Gerakan anggota tubuhnya bebas.
Sifatnya tenang dan patuh.
Kakinya panjang dan kuat.
5.2. Pemilihan Bibit
Segala
kegiatan yang berhubungan dengan usaha dibidang peternakan maka pemilihan dan
seleksi bibit merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan produksi ternak. Ada beberapa macam dalam melakukan
pemilihan bibit, hal ini tergantung dari
apa tujuannya. Diantaranya:
5.2.1. Pemilihan Sapi
Pedet
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih sapi pedet
diantaranya:
matanya tampak cerah dan bersih.
kukunya tidak terasa panas dan bengkak bila diraba.
tidak terlihat adanya eksternal parasit pada
kulit dan bulunya.
tidak ada tanda-tanda kerusakan kulit dan kerontokan bulu.
mempunyai tanda telinga, artinya pedet tersebut telah terdaftar dan lengkap
silsilahnya.
tidak terdapat adanya tanda-tanda mencret pada bagian pangkal ekor dan
dubur
tidak terdapat tanda-tanda sering batuk, terganggu pernafasannya
serta dari hidungnya tidak keluar lendir.
pusarnya bersih dan kering. Bila masih lunak dan tidak berbulu menandakan
bahwa pedet masih berumur kurang lebih dua hari.
Ternak pedet yang akan
dipelihara dengan tujuan untuk penggemukan
ataupun untuk ternak bibit maka perlu dilakukan seleksi terlebih dahulu. Hal ini
bertujuan agar ternak bakalan yang
digemukan benar-benar memberikan keuntungan yang diharapkan. Umur bakalan pedet
yang akan dipakai adalah bakalan yang telah
lepas kolostrum.
Untuk tujuan memproduksi
veal maka penggemukan bakalan pedet
berlangsung selama 3-4 bulan. Veal yaitu
daging pedet muda yang digemukan dengan air susu murni atau susu pengganti
tanpa adanya tambahan hijauan maupun konsentrat. Sedangkan untuk memproduksi daging vealer, maka penggemukan
dilakukan sampai berumur 5-10 bulan atau kurang dari 1 tahun. Jadi daging
vealer adalah daging yang diperoleh dari pedet yang digemukan sampai berumur
5-10 bulan atau kurang dari 1 tahun.
Bangsa ternak yang umum
digunakan produksi veal adalah bangsa ternak Holstein Friesien dengan bobot
potong yang dicapai umumnya sekitar 120 kg.
5.2.2. Pemilihan Calon Pejantan
Calon pejantan yang baik pada umumnya mempunyai
cirri-ciri sbb:
kaki kuat dan kokoh
tubuh
bulat selinder
sehat tidak berpenyakitan
mata bersih dan bersinar
ukuran badan panjang dalam dan berisi
tidak cacat tubuh
alat kelamin normal
nafsu makan tinggi
dll
5.2.3. Pemilihan
Calon Induk
Calon
induk yang baik pada umumnya mempunyai cirri-ciri:
kaki kuat dan kokoh
tubuh bulat selinder
sehat tidak berpenyakitan
mata bersih dan bersinar
ukuran badan panjang dalam dan berisi
tidak cacat tubuh
alat kelamin normal
ambing normal
nafsu makan tinggi
dll
Pemilihan bakalan yang akan digunakan untuk penggemukan adalah
ternak yang lepas sapih yaitu ternak sapi
pada umur antara 6-8 bulan dengan lama penggemukan berkisar antara 15-20
bulan. Hal ini tergantung dari kecepatan pertumbuhan. Pada ternak muda yang
pertambahannya cepat pada umumnya
dipotong pada umur 15 bulan dengan bobot potongan antara 350 – 450 kg.
Sedangkan untuk pemilihan bakalan yang
sudah dewasa yang digunakan untuk penggemukan biasanya berumur dipilih sapi
yang telah berumur lebih dari 2 tahun dari bangsa daging yang mutu genetiknya
tidak terlalu bagus atau kondisi badannya kurang baik.
Lama penggemukan pada bakalan ternak
dewasa berkisar antara 3-6 bulan, tetapi tidak boleh melebihi dari 6 bulan,
karena setelah lebih dari 6 bulan pertambahan berat badannya akan menurun.
Bakalan yang digunakan adalah bakalan ternak dewasa yang kondisi tubuhnya kurus
tetapi sehat, sehingga dengan diberikan ransum yang baik akan memperlihatkan
pertambah an berat badan yang tinggi selama 2-3 bulan.
Pemilihan ternak bakalan sebagai calon
penggemukan harus benar-benar diperhatikan, karena dengan pemilihan yang cermat
akan menentukan berhasilnya usaha penggemukan tersebut.
5.3. Penilaian
(Judging)
Penilaian
ternak (sapi, kerbau) berdasarkan keturunan atau silsilahnya dapat dilihat dari
data rekordingnya. Data yang dilihat antara lain:
mengenai siapa bapaknya
siapa induknya
berdasarkan catatan produksi nya baik itu
daging, susu atau jumlah anak yg dilahirkan, berat anak pada waktu lahir,
ketahanan terhadap penyakit, dll
Noor (1995)
mengatakan bahwa silsilah merupakan catatan dari tetua suatu individu. Manfaat
dari silsilah tergantung dari seberapa dekat hubungan keluarga antara individu
tersebut dengan tetuanya. Kekerabatan ini akan berhubungan dengan dengan
persentase kesamaan gen-gen antara dua ternak. Dalam pemilihan ternak berdasarkan
keturunannya ini sebaiknya tidak terlalu
menekankan pada keunggulan tertua saja karena tidak ada sifat yang 100%
diturunkan. Oleh sebab itu dalam menggunakan informasi yang didapat dari
silsilah sebaiknya menggunakan informasi yang paling dekat dengan individu
tersebut (contohnya tetua langsung).
Silsilah dapat
digunakan untuk mendukung sesuatu yang mungkin sudah diketahui tentang cara
individu. Sebagai contoh jika performa sapi jantan sangat baik dan informasi
dari kedua tetuanya juga sangat mendukung maka maka informasi ini akan
mendukung suatu kesimpulan bahwa sapi jantan tersebut memiliki mutu genetik
unggul. Tetapi pada kasus lain dapat juga terjadi bahwa seekot ternak jantan
memiliki mutu genetik yang baik tetapi tidak satupun tetuanya berprestasi yang
baik, hal ini merupakan suatu petunjuk bahwa keunggulan ternak pejantan
tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh pengaruh heterozigositas.
Ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam menilai ternak,
yaitu:
5.3.1. Pengamatan Ternak dari
Jarak Jauh.
pengamatan kelompok ternak dengan jarak kurang lebih 6 meter. Tujuannya
agar bisa diperoleh beberapa sapi yang menjadi pilihan.
melakukan pengamatan terhadap setiap ternak secara seksama dari jarak
dekat.
mengusahakan ternak yang diamati secara seksama dari dekat tadi agar
bangkit/ bergerak/berdiri.
5.3.2. Pengamatan Ternak dari
Jarak Dekat.
Untuk melakukan pengamatan ternak dari jarak dekat maka
ada tiga macam pengamatan yaitu :
5.3.2.1. Pengamatan dari Arah Samping.
ukuran tubuh. Perhatikan apa
kah ukuran tubuhnya besar atau kecil.
keadaan tubuh. Perhatikan keadaan tubuhnya di mulai dari samping apakah terlihat harmonis, simetris, padat dan berisi.
dada. Perhatikan apakah dada terlihat dalam atau dangkal
keadaan badan bawah dan atas. Perhatikan keadaan badan bawah dan atas
apakah terlihat sejajar. Ataukah
berbentuk gilik atau tidak rata.
leher. Perhatikan lehernya apakah Pendek, tebal atau panjang dan tipis
kaki. Perhatikan bentuk kakinya apakah lurus kuat, pendek ataukah kecil dan
panjang
bulu. Perhatikan apakah bulunya halus atau kasar
Contoh Penilaian Sapi dilihat dari samping tertera pada
Gambar 38 dan 39.
Gambar 38. Penilaian Sapi Dilihat dari Samping (Sapi
Nilai Baik)
Gambar 39. Penilaian Sapi Dilihat dari Samping (Sapi
Nilai Jelek)
5.2.2. Pengamatan dari Arah Depan
Perhatikan bagian :
Muka atau wajah. Perhatikan bagian muka ternak apakah bentuk kepala muka
pendek, dahi lebar, lubang hidung lebar atau kecil panjang
Bahu. Perhatikan bagian bahu apakah lebar, bulat dan serasi atau sempit,
kecil dan ringan
Badan. Perhatikan badannya apakah lebar
atau sempit
Kaki depan. Perhatikan kaki depannya apakah kuat dan tegak atau lemah
Contoh Penilaian Sapi dilihat dari depan tertera pada
Gambar 40 dan 41.
Gambar 40. Penilaian Sapi Dilihat dari Depan (Sapi Nilai
Baik)
Gambar 41. Penilaian Sapi Dilihat dari Depan (Sapi Nilai
Buruk)
5.3.2.3. Pengamatan dari Arah Belakang
Bagian tubuh depan dan belakang. Perhatikan apakah lebar, harmonis
atau sempit
Tubuh bagian atas. Perhatikan apakah terlihat lebar, rata atau sebaliknya
Paha. Amati apakah terlihat rata lurus atau kecil, bengkok
Keadaan tubuh. Amati apakah terlihat lebar, dalam, rata, berisi, padat atau sempit
Posisi kaki. Amati apakah terlihat kuat dan kokoh atau lemah
Contoh Penilaian Sapi dilihat dari Belakang tertera pada
Gambar 42 dan 43.
Gambar 42. Penilaian Sapi Dilihat dari Belakang (Sapi
Nilai Baik)
Gambar 43. Penilaian Sapi Dilihat dari Belakang (Sapi
Nilai Buruk)
5.3.2.4. Perabaan
Beberapa bagian yang perlu dilakukan perabaan yaitu :
perabaan melalui ketipisan kerapatan dan kelunakan kulit dan perlemakannya
bagian-bagian daerah perabaan pada penilaian (judging sapi)
bagian rusuk
bagian transversus processus
bagian bidang bahu
5.3.2.5. Pengamatan Berdasarkan Tulang Rusuk yang Nampak
Suatu ternak dapat diketahui gemuk, sedang apakah
kurus dengan melihat jumlah tulang rusuk
yang nampak, yaitu dikatakan kurus apabila sebagian tulang rusuk lebih dari 8
buah tampak membayang di balik kulit.
5.4. Pengukuran Ternak
Pengukuran tubuh ternak berguna dalam menduga bobot badan
seekor ternak dan merupakan parameter teknis dalam penentuan ternak bibit.
Pengukuran ternak secara tepat dimulai dari persiapan alat ukur seperti tongkat
ukur, pita ukur dan jangka caliper dan cara pengukurannya. Untuk cara
pengukuran ternak dapat dilakukan pada bagian-bagian tertentu seperti :
tinggi gumba
tinggi gumba
diukur dari bagian tertinggi gumba ke tanah mengikuti garis tegak lurus
tinggi kemudi
tinggi kemudi
diukur dari bagian tertinggi kemudi ke tanah mengikuti garis tegak lurus
tinggi punggung
tinggi kemudi
diukur dari bagian punggung tertinggi ke tanah mengikuti garis tegak lurus
tinggi pundak
tinggi pundak
diukur dari jarak titik pundak sampai ke tanah.
tinggi pangkal ekor
jarak dari titik
dimana ekor meninggalkan badan sampai ke tanah.
lebar dada
lebar dada yaitu jarak antara
sendi bahu kiri dan kanan caranya dengan menarik garis horizontal antara tepi luar sendi bahu kiri
dan kanan atau antara rusuk kiri dan rusuk kanan yang diukur dibelakang tulang
belikat
lebar pangkal paha
lebar pangkal paha yaitu jarak antara sisi luar sudut pangkal paha
panjang badan ternak
panjang badan yaitu jarak antara
muka pangkal paha (bahu) sampai tulang tepis (tulang duduk)
dalam dada yaitu jarak antara tulang tertinggi
pundak dan tulang dada diukur dibelakang siku
lingkar dada
lingkar dada yaitu diukur dengan pita ukur persis dibelakang siku
panjang kepala
panjang kepala yaitu jarak dari
puncak kepala sampai ke daging gigi seri
lebar dahi atas
lebar dahi atas yaitu jarak antara pangkal tanduk atas
lebar dahi dalam
lebar dahi dalam yaitu
jarak antara kedua lingkungan tulang mata
Dalam penentuan bobot badan sapi ada beberapa rumus yang
biasa digunakan diantaranya:
Rumus dari Denmark
Rumus : Bobot badan
(kg)
{ lingkar dada (cm) + 18}2
100
Rumus dari Schoorl
Rumus : Bobot
badan (kg)
{ lingkar dada (cm) + 22}2
100
Rumus Winter
Rumus: Bobot
badan (lbs)
LD2 (inci) x PD (inci)
300
LD = lingkar dada
PB = Panjang badan
1 inci = 2,540 cm
1 lbs = 0,456 kg
Rumus modifikasi
Rumus : Bobot
badan (kg)
PB x LD
10840
6. Memperbaiki Genetik Ternak
Dalam memperbaiki kualitas ternak melalui perbaikan mutu
genetik, diperlukan yang cukup lama. Hal ini berbeda dengan program perbaikan
mutu pakan atau pengobatan, dimana hasil yang diperoleh dapat dilihat dalam
waktu yang cukup singkat.
Perbaikan mutu genetik
ternak sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang akan mengontrol atau
mengendalikan peningkatan atau perbaikan mutu genetik dari suatu perilaku atau
karakter.
Faktor-faktor tersebut
adalah kekuatan sifat menurun, seleksi deferensial dan interval generasi.
6.1. Kekuatan
Sifat Menurun (Heritabilitas)
Pane (1986) mengatakan
bahwa heritabilitas menggambarkan kekuatan sifat menurun dari suatu karakter
atau sifat, apakah karakter ini akan diturunkan kepada anak-anaknya atau tidak.
Lebih lanjut dikatakan bahwa kekuatan sifat menurun adalah suatu keunggulan
dari penurun atau teman sejenisnya pada waktu yang sama yang secara rata-rata
diturunkan kepada keturunannya. Semakin besar kekuatan sifat menurun (heritabilitas) maka makin besar pula
kemungkinan kesamaan turunan dengan penurunnya, terutama jika faktor lingkungan
sama atau hampir sama.
Kekuatan sifat menurun
ini dinyatakan dengan tanda h2 dan dinyatakan dalam skala 0-1,0 atau 0-100
persen. Semakin tinggi nilai h2 maka makin besar kemungkinan
kesamaan turunannya.
Kekuatan sifat menurun
(Heritabilitas) dapat pula diukur dengan beberapa cara, diantaranya:
Dari hubungan antara penurun dan turunannya atau perbandingan antara
performan dara dengan induknya. Cara ini dapat dipergunakan untuk mengukur
heritabilitas ternak sapi, biri-biri, kuda dll. Namun demikian pengukuran
dengan cara ini mempunyai Kelemahan dimana efek sifat keindukan (maternal effects) akan membuat keadaan
menjadi membingungkan.
Dari respons yang nyata akibat seleksi
Heritabilitas dapat
dihitung dari jumlah penyimpangan (perbedaan) diantara garis-garis seleksi.
Cara ini tidak umum digunakan dalam dunia peternakan
Dengan perbandingan me makai sapi kembar
Dalam hal ini dilakukan
perbandingan antara kembar identik (kembar homozigot, berasal dari satu sel telur) dengan kembar yang berasal dari dua
sel telur (kembar dizigot.
Dikatakan oleh Pane
(1986) bahwa heritabilitas yang didapat dengan mempergunakan cara tersebut
ternyata lebih tinggi dari perkiraan penafsiran dengan memakai cara yang lain
(yang bukan kembar).
6.2. Seleksi Differensial
Menurut Noor R.R (2004) bahwa pada seleksi untuk satu
sifat, semakin sedikit ternak yang dipilih semakin besar diferensial seleksinya.
Lebih lanjut dikatakan bahwa faktor lain yang mempengaruhi differensial seleksi
adalah besarnya kelompok ternak. Semakin besar suatu kelompok ternak maka
differensial seleksi semakin besar. Oleh sebab itu pada populasi yang besar
maka akan semakin besar pula kemungkinan dijumpai ternak-ternak yang
performannya di atas atau di bawah rataan. Differensial seleksi pada ternak
jantan lebih tinggi dari ternak betina.
Sedangkan Pane (1986) mengata kan bahwa Seleksi
diferensial adalah satu ukuran atau pengukuran untuk dapat mengetahui sampai
mana baiknya penurunan pilihan menghasilkan keturunan. Dilapangan, seleksi
diferensial dapat dipengaruhi oleh bermacam macam faktor. Seleksi diferensial
dapat berkurang atau menjadi terbatas, jika populasi ternak menjadi seragam dan
terdapat terlalu sedikit ternak yang berada di atas atau dibawah nilai
rata-rata. Seleksi diferensial dapat dihitung dari kedua penurunannya baik dari
induk ataupun dari pejantan.
Seleksi differensial pada ternak jantan lebih tinggi
daripada ternak betina. Ternak jantan mempunyai potensi untuk menghasilkan
lebih banyak keturunan jika dibandingkan dengan ternak betina.
Intensitas Seleksi
Noor (2004) mengatakan bahwa Intensits seleksi adalah
rasio antara differensial seleksi dengan simpangan baku suatu sifat.
Rumus : Intensitas seleksi (i)
i = Seleksi diferensial (SD)
Standar
deviasi fenotip (P)
Standar deviasi fenotip (P) adalah suatu penggambaran
variasi yang terjadi untuk suatu sifat atau karakter dari sekelompok ternak
tertentu.
Intensitas seleksinya juga akan semakin tinggi pada
ternak jantan sehingga rataan sifat-sifat produksinya dapat lebih tinggi.
Sebagai contoh pada program inseminasi buatan dimana pejantan akan memilki
kemampuan untuk menghasilkan anak yang lebih besar lagi dan memungkin kan
peningkatan jumlah anak per pejantan. Sedangkan pada ternak betina dengan
menggunakan teknik ovulasi berganda dan embrio transfer akan memperlihatkan
proporsi ternak pengganti dapat mengubah seleksi deferensial.
6.3. Interval Generasi.
Interval generasi adalah
waktu antara generasi yang satu dan yang yang berikutnya ditentukan dengan umur
rata-rata dari penurunan ketika penurunannya lahir. Interval generasi juga
dapat diartikan sebagai rataan umur tetua pada saat anak-anaknya dilahirkan.
Interval generasi ini digunakan untuk menghitung rataan kemajuan seleksi per
tahun. Interval generasi secara langsung dapat mempengaruhi kemajuan seleksi
per tahunnya. Semakin besar interval generasi maka semakin kecil kemajuan
seleksinya.
Interval generasi akan
berbeda-beda diantara species. Interval generasi pada sapi adalah antara 6-7
tahun, unggas 1 tahun, babi 2-3 tahun, dan pada manusia 30-35 tahun.
6.4. Metode Perkawinan
Berdasarkan hubungan kekerabatan suatu metode perkawinan
dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
Pembiakan tertutup yaitu perkawinan antara turunan.
Pembiakan keluar (out breeding)
yaitu perkawinan antara yang tidak berhubungan keluarga.
6.4.1. Pembiakan Tertutup
Pada garis besarnya perkawinan antara turunan dibedakan
menjadi dua yaitu:
Inbreeding
Inbreeding adalah
perkawinan antar ternak yang memiliki hubungan keluarga yang lebih dekat
jika dibandingkan dengan rataan hubungan kekerabatan dari kelompok tempat
ternak berada. Tingkat inbreeding sangat tergantung dari berapa dekat hubungan
keluarga antara kedua tetuanya. Inbreeding
akan meningkatkan derajat homozigositas
dan pada saat yang bersamaan menurunkan derajat heterozigositas.
Line Breeding (biak-sisi).
Perkawinan secara inbreeding pada umumnya akan berpengaruh
negatif terhadap keturunannya. Oleh
sebab itu pada umumnya para peternak khawatir akan terjadi perkawinan secara
inbreeding pada hewan ternaknya. Oleh sebab itu ada cara lain yang biasanya
dipilih oleh para peternak yaitu dengan melakukan metode perkawinan secara line breeding atau biak-sisi. Line breeding adalah suatu program
pembiakan atau perkawinan yang ditujukan untuk menciptakan hubungan keluarga
pada seekor ternak yang baik atau disenangi dan biasanya seekor pejantan.
6.4.2. Out Breeding
Out breeding merupakan kebalikan dari inbreeding. Jadi
out breeding adalah perkawinan ternak yang hubungan kekeluargaannya lebih jauh
dari hubungan kekeluargaan rata-rata ternak dari mana mereka berasal. Atau
untuk mudahnya dari ternak yang tidak mempunyai leluhur bersama selama paling
sedikit empat generasi.
Out breeding merupakan suatu metode untuk memperbesar variasi
populasi baik secara fenotip ataupun genotip. Pada metode perkawinan secara out breeding ini maka keadaan heterozigot dari populasi akan meningkat
sehingga akan mengakibatkan daya adaptasi ternak terhadap lingkungan akan
meningkat pula. Pada garis besarnya out
breeding dapat dibedakan lagi menjadi:
6.4.2.1. Cross breeding
Sampai saat ini cross
breeding memegang peranan penting dalam perbaikan mutu ternak. Cross
breeding dapat dilakukan antara species, antara jenis, sisi dan lainnya.
Cross breeding antara species
Cross breeding antar
species adalah perkawinan dengan suatu individu yang berbeda kromosomnya. Oleh
sebab itu metode perkawinan ini belum banyak dilakukan karena adanya
kesulitan-kesulitan teknis dalam kelanjutan penyilangan ternak yang berbeda
jumlah kromosomnya. Meskipun spermatozoa mampu untuk membuahi sel ovum tetapi
pada umumnya hasil pembuahan yaitu embrionya mempunyai daya tahan hidup cukup
rendah. Dan apabila terjadi dan berhasil maka biasanya apabila fetus yang
dihasilkan jantan, merupakan jantan yang mandul. Tetapi dengan semakin pesatnya
perkembangan di bidang teknologi reproduksi, tidak mustahil dan menutup
kemungkinan di masa yang akan datang metode perkawinan ini dapat dilaksanakan
dan menjadi bermanfaat dengan nilai ekonomis produksinya yang sangat
menguntungkan.
Untuk saat ini metode
biak silang antara species dimanfaatkan masih dalam penelitian-penelitian saja.
Sebagai contoh bahwa antara sapi bali dengan sapi Simmental bukan berada dalam
species yang sama. Kedua-duanya hanya sama dalam familinya saja. Tetapi dari
hasil perkawinan antara kedua species yang berbeda tersebut ternyata memberikan
hasil yang cukup baik. Hasil produksinya, berat lahir maupun berat sapih
umumnya baik/lebih tinggi, tetapi anak yang dihasilkannya mandul.
Beberapa contoh dari hasil biak silang antara species
yang telah berhasil dilakukan, seperti :
Cattalo yaitu hasil perkawinan antara sapi dengan bison
Beefalo yaitu hasil perkawinan anatara sapi dengan kerbau
Mule yaitu hasil perkawinan antara kuda dengan keledai
Zebroid yaitu perkawinan antara kuda dengan zebra Grevy
Asbra yaitu perkawinan antara keledai dengan zebra, dll
Cross breeding antara breed
Cross breeding antara
breed adalah perkawinan pada ternak yang berbeda jenisnya. Persilangan dengan
cara ini secara komersial mempunyai tujuan untuk:
Mendapatkan keuntungan dari setiap heterosis
atau hibrid vigor yang dapat
mengakibatkan hasil persilangan tersebut lebih baik atau lebih produktif dari
salah satu asal penurunannya.
Mengambil keuntungan sebesar mungkin dari karakter atau sifat-sifat yang
baik dari dua keturunan atau lebih yang berbeda tipenya.
Perkawinan silang antara keturunan akan dapat
menghasilkan jenis baru. Sebagai contoh:
Sapi Santa Gertudis
Merupakan hasil
persilangan sapi induk Shorthorn dengan pejantan Brahman. Hasil dari
persilangan ini mempunyai keunggulan atau perbaikan genetik yaitu sapi
santa Gertudis mempunyai berat dewasa rata-rata 100 kg lebih berat dari sapi
Shorthorn pada umur dan jenis kelamin yang sama.
Sapi Brangus
Merupakan hasil
persilangan antara Brahman dan sapi Angus. Sapi hasil persilangannya mempunyai
sifat-sifat atau kharakter seperti sapi Angus.
Beef Master
Persilangan antara sapi
Brahman, Shorthorn dan Hereford akan menghasilkan jenis sapi baru yang di beri
nama Beefmaster yang mempunyai perbaikan dalam kesuburan, pertumbuhan dan
produksi susu.
Dan jenis-jenis sapi lain yang merupakan hasil
persilangan antara dua atau lebih dari jenis yang berbeda dan mempunyai
kemampuan produksi yang lebih tinggi dari induknya, seperti sapi Charbray, sapi
Dorought master, dll.
6.4.2.2. Out crossing
Yang dimaksud perkawinan dengan metode outcrossing adalah jika kita memasukkan
pejantan baru yang nantinya sebagai pembawa variasi genetik baru, dalam suatu
kelompok ternak yang kita miliki. Out crossing ini dapat dimanfaatkan sebagai
crash program dalam suatu upaya untuk perbaikan mutu. Hal ini tergantung dari
berat ringannya out crossing tersebut.
6.4.2.3. Back crossing
Back crossing adalah persilangan dimana anak sapi (ternak) hasil dari
persilangannya dikawinkan kembali dengan penurunnya, sehingga diharapkan agar
sifat baik yang terdapat pada F1 dapat dipertahankan terus.
6.4.2. 4. Grading up
Grading up adalah peningkatan mutu suatu keturunan dengan jalan
persilangan yang terus menerus. Cara ini telah terkenal dan banyak digunakan di
seluruh dunia, dimana untuk di Indonesia, program tersebut telah banyak
dilakukan terutama pada ternak unggas .
6.4.2.5. Top crossing
Top crossing dilakukan pada peternak yang ingin kembali pada sumber
genetik asal yaitu dari suatu keturunan untuk mendapatkan beberapa materi
genetik baru.
6.4.2.6. Mating likes
Mating likes atau assortative
mating adalah mengawinkan ternak yang setingkat yaitu ternak yang baik
dengan yang baik, ternak yang sedang dengan yang sedang dan ternak yang jelek
dengan yang jelek. Sistim perkawinan ini hanya mengutamakan penilaian
berdasarkan fenotip. Cara ini tidak
efisien dalam upaya merubah frekuensi gen dibandingkan dengan cara seleksi dan
perkawinan lainnya.
Pada dasarnya ternak yang berbeda secara genetik misalnya
antara bangsa atau species apabila disilangkan akan menghasilkan keturunan yang
bersifat heterosis. Ada yang bersifat heterosis positip yaitu jika keturunan
yang dilahirkan lebih baik dari kedua penurunnya dan adapula yang bersifat heterosis negatip yaitu apabila terjadi kebalikannya. Untuk mendapatkan sifat
heterosis dari keturunannya maka perbedaan genetik dari kedua penurunnya
haruslah besar. Heterosis yang
positif dalam dunia peternakan disebut sebagai hibrid vigor yaitu keturunanya yang mempunyai sifat lebih baik dari
penampilan rata-rata kedua penurunnya. Pada umumnya hibrid vigor akan
memberikan penampilan yang maksimum pada turunan pertama (F1) dan kemudian akan
menyusut secara bertahap setiap dilakukan silang balik dengan penurunnya.
Manfaat dari persilangan secara umum didapat pada
sifat-sifat yang memiliki nilai heritabilitas rendah sampai sedang. Beberapa
keuntungan langsung dari sistem persilangan dari berbagai ternak :
Pada sapi pedaging umumnya didapat setelah anak-anaknya dilahirkan. Jumlah
anak yang dilahirkan per 100 betina yang dikawinkan akan lebih tinggi pada
ternak-ternak silangan.
7. Aplikasi
Konsep
7.1. Lakukan pengamatan terhadap beberapa
sapi yang terdapat di lingkungan rumah
atau sekolah. Pengamatan difokuskan pada bentuk dan ukuran tubuh, kedalaman
dada, bentuk badan, ukuran ambing, bentuk/panjang kaki, warna bulu, dan ciri khusus lainnya. Dari ciri yang Anda
amati, diskusikan pada teman Anda termasuk tipe dan jenis sapi apa.
7.2. Lakukan pengamatan terhadap organ reproduksi jantan dan betina pada sapi
betina. Gambar organ reproduksi sapi betina secara lengkap. Ukur masing-masing
panjang organ betina di mulai dari ovarium, tuba fallopii, uterus, cervix dan
vagina. Timbang juga ovariumnya. Amati
bentuk ovarium dan uterusnya. Kemudian bandingkan antara sapi dara, sapi dewasa
dan sapi bunting. Amati juga alat reproduksi betina pada ternak lain.
Diskusikan apakah ada perbedaan antara ketiga sapi dalam kondisi yang berbeda
tersebut. Apakah antara jenis ternak juga ada perbedaan baik bentuk maupun
ukurannya
7.3. Sebagai pengusaha di bidang penggemukan sapi maka Anda dituntut
terampil dalam menilai dan menseleksi ternak. Lakukan
penilaian terhadap beberapa ekor sapi
dengan cara melakukan pengamatan ternak dari jarak jauh, pengamatan dari
jarak dekat, pengamatan dari arah samping, pengamatan dari arah depan dan dari
arah belakang serta melalui perabaan. Diskusikan dan lakukan penilaian masing-masing sapi dari hasil pengamatan
tersebut.
8. Pemecahan
Masalah
8.1. Brucellosis
Suatu kasus di daerah A
terjadi wabah penyakit
brucellosis terhadap induk-induk
setelah dilakukan inseminasi buatan.
Lakukan identifikasi faktor apa menurut Anda penyebabnya.
8.2. Sapi PO di Indonesia cenderung makin kecil dibanding sapi aslinya. Hal
tersebut disebabkan banyaknya kawin keluarga. Coba diskusikan dengan
teman-teman mengapa hal tersebut bisa terjadi?
8.3. Peternak B, sudah memelihara sapi perahnya dengan menerapkan GMP yang baik.
Namun demikian produksi susunya masih rendah 10-12 liter perhari. Coba
diskusikan faktor-faktor yang menyebabkan produksi susu rendah.