BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Susu sebagai salah satu produk
peternakan merupakan sumber protein hewani yang semakin dibutuhkan dalam
meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan
susu tersebut dilakukan peningkatan populasi, produksi dan produktifivitas sapi
perah. Pengembangan pembibitan sapi perah memiliki potensi yang
cukup besar dalam rangka mengurangi ketergantungan impor produk susu maupun impor bibit sapi perah. Untuk itu pemerintah berkewajiban membina dan menciptakan iklim usaha yang mendukung usaha pembibitan sapi perah sehingga dapat memproduksi bibit ternak untuk memenuhi kebutuhan jumlah dan mutu sesuai standar, disamping pemberian fasilitas bagi peningkatan nilai tambah produk bibit seperti antara lain pemberian sertifikat.
cukup besar dalam rangka mengurangi ketergantungan impor produk susu maupun impor bibit sapi perah. Untuk itu pemerintah berkewajiban membina dan menciptakan iklim usaha yang mendukung usaha pembibitan sapi perah sehingga dapat memproduksi bibit ternak untuk memenuhi kebutuhan jumlah dan mutu sesuai standar, disamping pemberian fasilitas bagi peningkatan nilai tambah produk bibit seperti antara lain pemberian sertifikat.
Sapi adalah hewan ternak terpenting
sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi
menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu
dan 85% kebutuhan kulit. Sapi berasal dari famili Bovidae. seperti halnya
bison, banteng, kerbau (Bubalus), kerbau Afrika (Syncherus), dan
anoa.Domestikasi sapi mulai dilakukan sekitar 400 tahun SM. Sapi diperkirakan
berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, Afrika dan seluruh
wilayah Asia. Menjelang akhir abad ke-19, sapi Ongole dari India dimasukkan ke
pulau Sumba dan sejak saat itu pulau tersebut dijadikan tempat pembiakan sapi
Ongole murni.Pada tahun 1957 telah dilakukan perbaikan mutu genetik sapi Madura
dengan jalan menyilangkannya dengan sapi Red Deen. Persilangan lain yaitu
antara sapi lokal (peranakan Ongole) dengan sapi perah Frisian Holstein di
Grati guna diperoleh sapi perah jenis baru yang sesuai dengan iklim dan kondisi
di Indonesia.
1.2.
Perumusan
Masalah
a.
Bagaimana Memulai suatu Usaha Peternakan Sapi Perah.
b.
Bagaimana Perencanaan Pengembangan Sapi Perah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Jenis Sapi
Perah
Secara garis besar, bangsa-bangsa
sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada dua, yaitu : Kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi yang
berpunuk, yang berasal dan tersebar di daerah tropis serta Kelompok dari Bos primigenius, yang
tersebar di daerah sub tropis atau lebih dikenal dengan Bos Taurus.Jenis sapi
perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorhorn (dari
Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda), Yersey (dari selat Channel antara
Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red Danish (dari
Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia).Hasil survei di PSPB Cibinong
menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk
dibudidayakan di Indonesia adalah Frisien Holstein.
B.
Manfaat
Ternak Sapi
Peternakan
sapi menghasilkan daging sebagai sumber protein, susu, kulit yang dimanfaatkan
untuk industri dan pupuk kandang sebagai salah satu sumber organik lahan
pertanian.
C.
Persyaratan
Lokasi Peternakan
Lokasi yang
ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari
pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah
dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat
menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya
dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang.
D.
Pedoman
Teknis Budidaya
1.
Penyiapan
Sarana dan Peralatan
Kandang
dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang
dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris
atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan
pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara
kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan.Pembuatan kandang
untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas
ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila kegiatan penggemukan sapi
ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih besar
sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak.
Lantai
kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai
penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan
dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas
kandang yang hangat.Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai
harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin,
lysol, dan bahanbahan lainnya.
Ukuran
kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5x2 m atau 2,5x2
m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8x2 m dan untuk anak sapi cukup
1,5x1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5 m dari tanah. Temperatur di
sekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan kelembaban 75%.
Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga
dataran tinggi (> 500 m).
2.
Pembibitan
a)
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bibit sapi perah betina
dewasa adalah:
-
Produksi susu tinggi,
-
Umur 3,5 - 4,5 tahun dan sudah pernah beranak,
-
Berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai eturunan produksi
susu tinggi,
-
Bentuk tubuhnya seperti baji,
-
Matanya bercahaya, punggung lurus, bentuk kepala baik, jarak kaki
depan atau kabelakangcukup lebar serta kaki kuat,
-
Ambing cukup besar, pertautan pada tubuh cukup baik, apabila
diraba lunak, kulit halus, vena susu banyak, panjang dan berkelokkelok, puting
susu tidak lebih dari 4, terletak dalam segi empat yang simetris dan tidak
terlalu pendek,
-
Tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan
-
Tiap tahun beranak.
b)
Sementara calon
induk yang baik antara lain:
-
Berasal dari induk yang menghasilkan air susu tinggi,
-
Kepala dan leher sedikit panjang, pundak tajam, badan cukup
panjang, punggung dan pinggul rata, dada dalam dan pinggul lebar,
-
Jarak antara kedua kaki belakang dan kedua kaki depan cukup lebar,
-
Pertumbuhan ambing dan puting baik,
-
Jumlah puting tidak lebih dari 4 dan letaknya simetris, serta
-
Sehat dan tidak cacat.
c)
Pejantan yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
-
Umur sekitar 4- 5 tahun,
-
Memiliki kesuburan tinggi,
-
Daya menurunkan sifat produksi yang tinggi kepada anak-anaknya,
-
Berasal dari induk dan pejantan yang baik,
-
Besar badannya sesuai dengan umur, kuat, dan mempunyai sifat-sifat
pejantan yang baik,
-
Kepala lebar, leher besar, pinggang lebar, punggung kuat,
-
Muka sedikit panjang, pundak sedikit tajam dan lebar,
-
Paha rata dan cukup terpisah,
-
Dada lebar dan jarak antara tulang rusuknya cukup lebar,
-
Badan panjang, dada dalam, lingkar dada dan lingkar perut besar,
serta
-
Sehat, bebas dari penyakit menular dan tidak menurunkan cacat pada
ketrunannya.
3.
Pemeliharaan
Sanitasi dan
Tindakan PreventifPada pemeliharaan secara intensif sapi-sapi dikandangkan
sehingga peternak mudah mengawasinya, sementara pemeliharaan secara ekstensif
pengawasannya sulit dilakukan karena sapi-sapi yang dipelihara dibiarkan hidup
bebas. Sapi perah yang dipelihara dalam naungan (ruangan) memiliki konsepsi
produksi yang lebih tinggi (19%) dan produksi susunya 11% lebih banyak daripada
tanpa naungan. Bibit yang sakit segera diobati karena dan bibit yang menjelang
beranak dikering kandangkan selama 1-2 bulan.
4.
Perawatan
Ternak
Ternak
dimandikan 2 hari sekali. Seluruh sapi induk dimandikan setiap hari setelah
kandang dibersihkan dan sebelum pemerahan susu. Kandang harus dibersihkan
setiap hari, kotoran kandang ditempatkan pada penampungan khusus sehingga dapat
diolah menjadi pupuk. Setelah kandang dibersihkan, sebaiknya lantainya diberi
tilam sebagai alas lantai yang umumnya terbuat dari jerami atau sisa-sisa pakan
hijauan (seminggu sekali tilam tersebut harus dibongkar).Penimbangan dilakukan
sejak sapi pedet hingga usia dewasa. Sapi pedet ditimbang seminggu sekali
sementara sapi dewasa ditimbang setiap bulan atau 3 bulan sekali. Sapi yang
baru disapih ditimbang sebulan sekali. Sapi dewasa dapat ditimbang dengan
melakukan taksiran pengukuran berdasarkan lingkar dan lebar dada, panjang badan
dan tinggi pundak.
5.
Pemberian
Pakan
Pemberian
pakan pada sapi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
a.
sistem penggembalaan (pasture fattening)
b.
kereman (dry lot fattening)
c.
kombinasi cara pertama dan kedua.
Pakan yang
diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk
daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja.
Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari.
Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot
badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB.Sapi yang sedang menyusui
(laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam
ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis
kacang-kacangan (legum).Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul,
ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang
berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan
pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2
kg/ekor/hari.Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari
berat badan per hari.Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan
berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang
dipelihara. Pemberian pakan secara kereman dikombinasikan dengan penggembalaan
Di awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi
dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula
untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya.
6.
Pemeliharaan
Kandang
Kotoran
ditimbun di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (+1-2 minggu) dan berubah
menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh
tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara didalamnya berjalan
lancar.Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum
sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan
dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau
tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen
berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan
pula peralatan untuk memandikan sapi.
E.
Hama Dan
Penyakit
Penyakit :
1.
Penyakit
antraks
Penyebab: Bacillus
anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau
pernafasan.
Gejala:
- demam tinggi, badan lemah dan
gemetar;
- gangguan pernafasan;
- pembengkakan pada kelenjar dada,
leher, alat kelamin dan badan penuh bisul;
- kadang-kadang darah berwarna merah
hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan vagina;
- kotoran ternak cair dan sering bercampur
darah;
- limpa bengkak dan berwarna
kehitaman.
Pengendalian: vaksinasi,
pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar
sapi yang mati.
2.
Penyakit
mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)
Penyebab: virus ini
menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air susu, air liur dan
benda lain yang tercemar kuman AE.
Gejala:
- rongga mulut, lidah, dan telapak
kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang
bening;
- demam atau panas, suhu badan
menurun drastis;
- nafsu makan menurun bahkan tidak
mau makan sama sekali;
- air liur keluar berlebihan.
Pengendalian: vaksinasi
dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.
3.
Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema
epizootica (SE)
Penyebab: bakteri
Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar
bakteri.
Gejala:
- kulit kepala dan selaput lendir
lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan;
-
leher, anus, dan vulva membengkak;
-
paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna
merah tua;
-
demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan
sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12-36 jam.
Pengendalian: vaksinasi
anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.
4.
Penyakit
radang kuku atau kuku busuk (foot rot)
Penyakit ini menyerang sapi yang
dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor.
Gejala:
- mula-mula sekitar celah kuku
bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh;
- kulit kuku mengelupas;
- tumbuh benjolan yang menimbulkan
rasa sakit;
- sapi pincang dan akhirnya bisa
lumpuh.
Pencegahan :
Upaya pencegahan dan pengobatannya
dilakukan dengan memotong kuku dan merendam bagian yang sakit dalam larutan
refanol selama 30 menit yang diulangi seminggu sekali serta menempatkan sapi
dalam kandang yang bersih dan kering.
F. Panen
1)
Hasil Utama
Hasil utama dari budidaya sapi perah
adalah susu yang dihasilkan oleh induk betina.
2) Hasil
Tambahan
Selain susu sapi perah juga memberikan hasil lain yaitu daging dan kulit yang berasal dari sapi yang sudah tidak produktif serta pupuk kandang yang dihasilkan dari kotoran ternak.
Selain susu sapi perah juga memberikan hasil lain yaitu daging dan kulit yang berasal dari sapi yang sudah tidak produktif serta pupuk kandang yang dihasilkan dari kotoran ternak.
G. Analisis
Ekonomi Budidaya
1.
Analisis
Usaha Budidaya
Usaha ternak
sapi perah di Indonesia masih bersifat subsisten oleh peternak kecil dan belum
mencapai usaha yang berorientasi ekonomi. Rendahnya tingkat produktivitas
ternak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta
pengetahuan/ketrampilan petani yang mencakup aspek reproduksi, pemberian pakan,
pengelolaan hasil pascapanen, penerapan sistem recording, pemerahan, sanitasi
dan pencegahan penyakit. Selain itu pengetahuan petani mengenai aspek tata
niaga harus ditingkatkan sehingga keuntungan yang diperoleh sebanding dengan
pemeliharaannya.Produksi susu sapi di dunia kini sudah melebihi 385 juta
m2/ton/th dengan tingkat penjualan sapi dan produknya yang lebih besar daripada
pedet, pejantan, dan sapi afkiran. Di Amerika Serikat, tingkat penjualan dan
pembelian sapi dan produknya secara tunai mencapai 13% dari seluruh peternakan
yang ada di dunia. Sementara tingkat penjualan anak sapi (pedet), pejantan sapi
perah, dan sapi afkir hanya berkisar 3%. Produksi susu sejumlah itu masih perlu
ditingkatkan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk di dunia ini.Untuk
mencapai tingkat produksi yang tinggi maka pengelolaan dan pemberian pakan
harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan ternak, dimana minimum pakan yang
dapat dimanfaatkan oleh ternak (terserap) diusahakan sekitar 3,5- 4% dari bahan
kering.
2.
Gambaran
Peluang Agribisnis
Usaha
peternakan sapi perah keluarga memberikan keuntungan jika jumlah sapi yang
dipelihara minimal sebanyak 6 ekor, walaupun tingkat efisiensinya dapat dicapai
dengan minimal pengusahaannya sebanyak 2 ekor dengan ratarata produksi susu
sebanyak 15 lt/hari. Upaya untuk meningkatkan pendapatan petani melalui
pembudidayaan sapi perah tersebut dapat juga dilakukan dengan melakukan
diversifikasi usaha. Selain itu melakukan upaya kooperatif dan integratif
(horizontal dan vertikal) dengan petani lainnya dan instansiinstansi lain yang
berkompeten, serta tetap memantapkan pola PIR diatas.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Peningkatan produksi susu
nasional yang dilakukan
selama ini kurang berhasil dikarenakan tidak mengutamakan peningkatan pendapatan peternak. Seharusnya peningkatan pendapatan para peternak sapi perahlah yang diutamakan agar kesejahteraan mereka dapat ditingkatkan agar lebih mampu untuk mengembangkan usaha pemeliharaan sapi perah mereka yang akan berdampak terhadap peningkatan produksi susu nasional.
Peningkatan pendapatan berupa
optimalisasipendapatan usaha pemeliharaan sapi perah dapat dilakukan melalui implementasi manajemen usaha pemeliharaan sapi perah yang ekonomis. Implementasi manajemen usaha pemeliharaan sapi perah yang ekonomis dapat dilakukan dengan memberlakukan Komposisi pemeliharaan sapi
perah yang ekonomis yaitu dengan
penyesuaian jumlah pemeliharaan sapi sapiperah yang berproduksi dengan yang tidak produktif (70 – 80% yang sedang produksi), optimalisasi masa kosong dan peningkatan kebersihan susu yang iproduksi para peternak. Peningkatan kebersihan sapi-sapi perah yang dipelihara dalam kandang termasuk peralatan penampungan dan penyaluran susu, harus dilakukan secara rutin dan terprogram agar jumlah kuman dalam susu yang diproduksi dapat diminimalisasi. Pemberian perlakuan yang dapat memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan adala hpemberian hijauan dan pakan konsentrat yang berkualitas tinggi serta peningkatan frekuensi pemberiannya pada sapi-sapi perah yang sedang berproduksi.
B.
KRIRIK DAN SARAN
Dalam upaya pelaksanaan
program manajemen kesehatan sapi perah dari segi kesehatan kelompok memerlukan
perhatian, seperti kualitas sumber daya manusia yang baik dan peningkatan
program pelayanan kepada peternak.
Penulis menyadari makalah ini
mungkin masih jauh dengan kata sempurna. Akan tetapi bukan berarti makalah ini
tidak berguna. Besar harapan yang terpendam dalam hati semoga makalah ini dapat
memberikan sumbangsi pada suatu saat terhadap makalah tema yang sama. Dan dapat
menjadi referensi bagi pembaca serta menambah ilmu pengetahuan bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. [ ]. Pedoman beternak sapi
perah. Purwokerto, Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak. 2 hal.
(brosur).
_______ 1983. Petunjuk cara-cara penggunaan obat-obatan ternak. Samarinda, Dinas Peternakan Kalimantan Timur. 12 hal.
_______ 1988. Kondisi peternakan sapi perah dan kualitas susu di pulau Jawa. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 39-40.
_______ 1988. Pemerahan, satu faktor penentu jumlah air susu. Swadaya Peternakan Indonesia, (42) 1988: 23-24.
Bandini, Yusni. 1997. Sapi Bali. Cet 1. Jakarta, Penebar Swadaya. 73 hal.
Djaja, Willian. 1988. Hidup bersih dan sehat di peternakan sapi perah. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 25-26.
Djarijah, Abbas Sirega. 1996. Usaha ternak sapi. Yogyakarta, Kanisius. 43 hal.
Ginting, Eliezer. 1988. Bimbingan dan penyuluhan usaha sapi perah rakyat di Jawa Timur. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 27-33.
Hermanto. 1988. Bagaimana cara penanganan sapi perah pada masa kering? Swadaya Peternakan Indonesia, (42) 1988: 24-25.
Pane, Ismed. 1986. Pemuliabiakan ternak sapi. Jakarta, PT. Media: 1-38; 133.
_______ 1983. Petunjuk cara-cara penggunaan obat-obatan ternak. Samarinda, Dinas Peternakan Kalimantan Timur. 12 hal.
_______ 1988. Kondisi peternakan sapi perah dan kualitas susu di pulau Jawa. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 39-40.
_______ 1988. Pemerahan, satu faktor penentu jumlah air susu. Swadaya Peternakan Indonesia, (42) 1988: 23-24.
Bandini, Yusni. 1997. Sapi Bali. Cet 1. Jakarta, Penebar Swadaya. 73 hal.
Djaja, Willian. 1988. Hidup bersih dan sehat di peternakan sapi perah. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 25-26.
Djarijah, Abbas Sirega. 1996. Usaha ternak sapi. Yogyakarta, Kanisius. 43 hal.
Ginting, Eliezer. 1988. Bimbingan dan penyuluhan usaha sapi perah rakyat di Jawa Timur. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 27-33.
Hermanto. 1988. Bagaimana cara penanganan sapi perah pada masa kering? Swadaya Peternakan Indonesia, (42) 1988: 24-25.
Pane, Ismed. 1986. Pemuliabiakan ternak sapi. Jakarta, PT. Media: 1-38; 133.