PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Bahan makanan mudah terkontaminasi oleh kapang atau cendawan. Jenis
bahan makanan utama yang dapat terkontaminasi oleh kapang adalah biji-bijian,
padi-padian, dan kacan-kacangan, yang salah satunya adalah kacang tanah dan
hasil olahannya.
Salah satu jenis racun yang dihasilkan oleh kapang pada makanan adalah
aflatoksin. Aflatoksin adalah senyawa racun yang dihsilkan oleh metabolit sekunder
kapang Aspergillus flavus dan
A. parasiticus. Kapang ini biasanya ditemukan pada bahan pangan atau pakan yang mengalami proses pelapukan (Diener dan Davis, 1969), antara lain jagung. Kerusakkan akibat kontaminasi kapang sangat beragam. Kerusakkan meliputi kerusakkan fisik: perubahan warna, bau, perubahan tekstur, dan kerusakkan kimiawi: perubahan nilai nutrisi, sehingga berakibat pada kesehatan konsumen manusia maupun hewan.
A. parasiticus. Kapang ini biasanya ditemukan pada bahan pangan atau pakan yang mengalami proses pelapukan (Diener dan Davis, 1969), antara lain jagung. Kerusakkan akibat kontaminasi kapang sangat beragam. Kerusakkan meliputi kerusakkan fisik: perubahan warna, bau, perubahan tekstur, dan kerusakkan kimiawi: perubahan nilai nutrisi, sehingga berakibat pada kesehatan konsumen manusia maupun hewan.
Jagung
yang baru dipanen memiliki kadar air yang tinggi, jagung dengan kadar air
tinggi cocok sebagai substrat untuk pertumbuhan Aflatoksin. Aflatoksin yang
paling mendominasi untuk tumbuh subur pada jagung adalah Aspergillus flavus.
Pertumbuhan dan perkembangan Aspergillus flavus pada substrat jagung sangat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan substrat tersebut. Kondisi lingkungan yang
mempengaruhi pertumbuhan Aspergillu flavus diantaranya adalah suhu, kelembapan,
pH, aktivitas air, keadaan udara, dan curah hujan yang tinggi. Kondisi seperti
itu hanya bias ditemui di negara tropis seperti Indonesia. Apabila kondisi
tersebut optimal maka pertumbuhan Aspergillus flavus akan mencapai pertumbuhan
yang optimal pula. Adanya kontaminasi aflatoksin yang melebihi ambang batas
maksimal yang dipersyaratkan dunia perdagangan menyebabkan jagung menjadi tidak
laku untuk diperdagangkan. Kesadaran masyarakat semakin tinggi akan pentingnya
mutu dan keamanan pangan termasuk pangan dari jagung. Oleh karena itu mutu dan
keamanan jagung harus dijaga, termasuk dijaga dari kontaminan Aspergillus
flavus yang dapat menghasilkan aflatoksin pada jagung. Senyawa aflatoksin
terdiri atas beberapa jenis, yaitu B1, B2, G1,
dan G2, namun yang paling dominan dan mempunyai sifat racun yang
sangat tinggi serta berbahaya adalah aflatoksin B1 (Diener dan Davis
1969).
Aflatoksin yang ada pada bahan pangan berbahaya bagi kesehatan.
Aflatoksin dapat menyebabkan berbagai penyakit (Syarief dan Nurwitri, 2003; M.
Noor, 2005): hepatocarcinoma (aflatoksin akut), kwashiorkor, reye’s syndrome,
kanker hati.
Kualitas
jagung untuk pakan ternak antara lain ditentukan oleh ada atau tidaknya cemaran
aflatoksin pada jagung tersebut. Kandungan aflatoksin yang tinggi pada jagung
sebagai bahan dasar pakan ternak akan menyebabkan kontaminasi aflatoksin yang
tinggi pula pada pakan jadinya, karena sekitar 50% bahan dasar pakan unggas
berasal dari jagung sebagai sumber karbohidrat. Jika pakan yang tercemar
aflatoksin diberikan kepada ternak unggas (ayam, itik), maka residu aflatoksin
akan terdapat pula pada produk ternaknya seperti telur, daging dan hati.
Kandungan aflatoksin pada produk ternak akhirnya akan mempengaruhi kesehatan
konsumen yang mengkonsumsinya (Budiarso, 1995).
1.2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumskan masalah “apa penyebab aflatoksikosin pada unggas, gejala yang
terjadi, pengobatan dan pencegahannya?”
1.3.
Tujuan
Penelitian
1. Agar kita dapat mengetahui apa penyebab penyakit
aflatoksikosin.
2. Dan untuk mengetahui gejala-gejala pada unggas yang
terkena penyakit aflatoksikosin, dan pengobatan, serta pencegahannya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Aflatoksin Pada Unggas
Aflatoksin
merupakan segolongan senyawa toksik (mikotoksin, toksin yang berasal dari
fungi) yang dikenal mematikan dan karsinogenik bagi manusia dan hewan. Aflatoksin merupakan mikotoksin yang dihasilkan oleh
kapang Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus. Keberadaan
toksin ini dipengaruhi oleh faktor cuaca, terutama suhu dan kelembaban. Pada
kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai, Aspergillus
flavus dan Aspergillus parasiticus
dapat tumbuh pada jenis pangan tertentu serta pada pakan hewan, kemudian
menghasilkan aflatoksin. Spesies penghasilnya
adalah segolongan fungi (jenis kapang) dari genus Aspergillus, terutama A.
flavus (dari sini nama "afla" diambil) dan A. parasiticus
yang berasosiasi dengan produk-produk biji-bijian berminyak atau berkarbohidrat
tinggi. Kandungan aflatoksin ditemukan pada biji kacang-kacangan (kacang tanah,
kedelai, pistacio, atau bunga matahari), rempah-rempah (seperti ketumbar, jahe,
lada, serta kunyit), dan serealia (seperti gandum, padi, sorgum, dan jagung).
Aflatoksin juga dapat dijumpai pada susu yang dihasilkan hewan ternak yang
memakan produk yang terinfestasi kapang tersebut. Obat juga dapat mengandung
aflatoksin bila terinfestasi kapang ini.
Praktis
semua produk pertanian dapat mengandung aflatoksin meskipun biasanya masih pada
kadar toleransi. Kapang ini biasanya tumbuh pada penyimpanan yang tidak
memperhatikan faktor kelembaban (min. 7%) dan bertemperatur tinggi. Daerah
tropis merupakan tempat berkembang biak paling ideal.
Permulaan/onset gejala aflatoksikosis dapat
timbul lebih dari 8 jam setelah paparan. Pada kasus masuknya aflatoksin melalui
oral, untuk mengikat aflatoksin yang masuk dapat diberikan sejumlah besar
adsorben, misalnya arang aktif. Pemberian antioksidan, seperti ellagic acid dan penginduksi sitokrom
P450, seperti indole-3-carbinol dapat
diberikan untuk memberikan efek proteksi.
Pertolongan
penunjang yang dapat diberikan adalah memonitor fungsi hati, dialisis atau
transfusi darah, dan pengobatan gejala.
2.2.
Sumber Pangan yang Dapat Terkontaminasi Aflatoksin
Aflatoksin dapat dijumpai pada berbagai bahan pangan,
misalnya jenis serealia (jagung, sorgum, beras, gandum), rempah-rempah (lada,
jahe, kunyit), kacang-kacangan (almond, kacang tanah), susu (jika ternak
mengkonsumsi pakan yang terkontaminasi aflatoksin), termasuk produk pangan yang
terbuat dari bahan-bahan tersebut, seperti roti dan selai kacang. Namun,
komoditi yang mempunyai tingkat risiko tertinggi terkontaminasi aflatoksin
adalah jagung, kacang tanah, dan biji kapas (cotton seed).
Aflatoksin
seringkali ditemukan pada tanaman sebelum dipanen. Setelah pemanenan,
kontaminasi dapat terjadi jika hasil panen terlambat dikeringkan dan disimpan
dalam kondisi lembab. Serangga dan tikus juga dapat memfasilitasi masuknya
kapang pada komoditi yang disimpan.
2.3.
Gejala
klinis
Gejala aflatoksikosis yang terjadi pada
unggas yaitu :
a.
nafsu makan menurun
b.
penurunan berat badan
c.
pertumbuhan lambat
d.
konversi pakannya yang buruk
e.
bulu rontok
f.
lumpuh kejang- kejang dan mengakibatkan kematian
g.
secara patologi jika unggas di bedah terlihat adanya pembengkakan pada
organ pankreas dan terjadi perdarahan pada organ usus, hati dan otak.
2.4. Pencegahan Dan Pengobatan
Pencegahan bisa dilakukan dengan melakukan vaksinasi, pemeliharaan
kebersihan lingkungan kandang, penaburan kapur dilantai kandang, pembersihan
kandang agar terbebas dari serangga.
Pengobatan hanya dapat diusahakan dengan memberikan antibiotik yang
dicampurkan dalam air minum atau pakan.
BAB III
PENUTUP
3.1. kesimpulan
- Penyakit aflatoksikosis disebabkan oleh aspergillus flavus dan aspergillus parasiticus.
- Permulaan/onset gejala aflatoksikosis dapat timbul lebih dari 8 jam setelah paparan.
- Gejala aflatoksikosis yang terjadi pada unggas yaitu : nafsu makan menurun, penurunan berat badan, pertumbuhan lambat , konversi pakannya yang buruk, bulu rontok, lumpuh kejang- kejang dan mengakibatkan kematian, secara patologi jika unggas di bedah terlihat adanya pembengkakan pada organ pankreas dan terjadi perdarahan pada organ usus, hati dan otak.
- Pencegahan bisa dilakukan dengan melakukan vaksinasi, pemeliharaan kebersihan lingkungan kandang, penaburan kapur dilantai kandang, pembersihan kandang agar terbebas dari serangga.
- Pengobatan hanya dapat diusahakan dengan memberikan antibiotik yang dicampurkan dalam air minum atau pakan.
3.2. saran
Untuk
mencegah penyakit aflatoksikosis pada unggas kita harus melakukan sanitasi
kandang dan lingkungan serta selalu memperhatikan dan mengontrol pakan yang
akan diberikan kepada unggas agar bebas dari aflatoksikosis.
Daftar Pustaka
Budiarso,
I. T. 1995. Dampak Mikotoksin terhadap Kesehatan. Cermin Dunia Kedokteran 103:
5.
Burgess,
G. W. 1995. Prinsip Dasar ELISA dan Variasi Konfigurasinya. Teknoloi ELISA
dalam Diagnosis dan Penelitian. G. W. Burgess (Ed) Wayan T. Ariana
(terjemahan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Diener.
U.L. and N. D. Davis. 1969. Aflatoxin
Formation by Aspergillus Flavus. In L. A. Goldlatt (Ed). Aflatoxin. New
York: Academic Press.
Ginting.
Ng. 1984. Aflatoksin dalam Bahan Baku Pakan dan Pakan Ayam Pedagin di Daerah
Bogor. Penyakit Hewan 16: 152-155.
SNI
(Standar Nasional Indonesia).1996. Batasan Maksimum Residu Kontaminasi Kimia
pada Pakan dan Bahan Dasar pakan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Wahid.
2012. Teknik-teknik ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) sebagai Alat
Dianosis Ampuh dalam Bidang Medis, Patologi Tumbuhan, serta Berguna dalam
Bidang Industri.
(http://wahid-biyobe.blogspot.com/2012/12/teknik-teknik-elisa-enzyme-linked.html
diakses pada tanggal 04 Januari 2012).
Widiastuti,
R., R. Maryam, B. J. Blancy. N. Salvina, and D. Stoltz. 1988. Corn As A Source
of Mycotoxin in Indonesia. Poultry Feed and The Effectiveness of Visual
examination Method for Detecting Contamination. Mycopathologia 102: 45-49.